Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami mengingkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati. Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun juga terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia. industri kelapa sawit cukup marak dibicarakan, karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi biofuel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Biofuel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya dapat terus dikembangkan, sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali. Masalah energi alternatif saat ini sedang menjadi perbincangan yang ramai di masyarakat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) saat ini telah menggugah masyarakat bahwa Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi. Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.
Krisis ekonomi menimpa hampir semua sendi-sendi perekonomian dunia. Hal itu jugalah yang terjadi pada industri kelapa sawit Indonesia.
Turunnya harga kelapa sawit menjadikan Indonesia mengalami kerugian ganda, selain akibat penebangan ilegal untuk sektor industri itu. Demikian ujar Hasrul Junaid dari Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia.
Banyak pembukaan ladang kelapa sawit dilakukan di wilayah-wilayah yang tidak layak untuk penanaman tersebut misalnya terjadi di ladang gambut. Itu bisa terjadi berkat permainan dari Departemen Kehutanan di pemerintahan pusat sampai ke Pemerintah Daerah.
Status
Menurut Hasrul, kontrol sebetulnya ada di tangah pemerintah pusat, karena itu adalah tanah negara. Masalahnya, hutan gambut tersebut memiliki status, misalnya status hutan lindung, atau status suaka satwa.
Menurut Hasrul, kontrol sebetulnya ada di tangah pemerintah pusat, karena itu adalah tanah negara. Masalahnya, hutan gambut tersebut memiliki status, misalnya status hutan lindung, atau status suaka satwa.
Jadi menurut Hasrul sebetulnya hutan lindung tersebut tidak boleh ditanami kelapa sawit. Namun itu bisa terjadi karena faktor uang atau faktor suap dan korupsi.
Saat ini ada gejala penurunan harga kelapa sawit terjadi karena krisis finansial. Dengan demikian ada dua kerugian yang diterima Indonesia yaitu habisnya hutan dan penghasilan negara yang berkurang.
Bermanfaat
Sebetulnya hutan harus dipertahankan karena bermanfaat untuk manusia dari generasi ke generasi. Namun itu tidak terjadi selama ini. Sementara itu ada kerugian lainnya bagi hutan di Indonesia jika hutan tersebut ditanami oleh kelapa sawit seperti di Kalimantan Tengah atau di Riau.
Sebetulnya hutan harus dipertahankan karena bermanfaat untuk manusia dari generasi ke generasi. Namun itu tidak terjadi selama ini. Sementara itu ada kerugian lainnya bagi hutan di Indonesia jika hutan tersebut ditanami oleh kelapa sawit seperti di Kalimantan Tengah atau di Riau.
Pasalnya membakar adalah cara yang paling murah dan mudah untuk membersihkan lahan gambut.
Namun seperti di Palangkaraya, akibatnya lebih pelik karena menimbulkan kabut yang dapat mengurangi daya lihat seseorang.
Namun seperti di Palangkaraya, akibatnya lebih pelik karena menimbulkan kabut yang dapat mengurangi daya lihat seseorang.
Api di lahan gambut itu memang tidak terlihat namun sekamnya dengan kedalaman lebih dari 15 meter, menimbulkan polusi hebat.
Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia (Anonymous, 2006).
Seiring dengan meningkatnya konsumsi dunia, ekspor CPO dalam 5 (lima) tahun terakhir juga menunjukkan tren meningkat, rata-rata peningkatannya adalah sebesar 11%. Eksportir terbesar didunia didominasi oleh Malaysia dan Indonesia, kedua negara tersebut menguasai 91% pangsa pasar ekspor dunia. Papua Nugini berada di urutan ke 3 dengan perbedaan share yang cukup jauh yaitu hanya berkisar 1,3% (Anonymous, 2006).
Diprediksikan peningkatan konsumsi dan ekspor ini akan terus berlanjut bahkan dalam persentase yang lebih besar mengingat faktor yang mendukung hal tersebut cukup banyak, seperti: pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri hilir, perkembangan energi alternatif, dll. Malaysia dan Indonesia diprediksikan akan terus menjadi pemain utama dalam ekspor CPO ini, mengingat belum ada perkembangan yang signifikan dari negara pesaing lainnya. Bahkan Indonesia diprediksikan akan menyalip Malaysia baik dalam produksi maupun ekspor CPO, karena didukung oleh luas lahan yang tersedia dimana Malaysia sudah mulai terbatas.
Permasalahan utama perdagangan dunia CPO sebenarnya bukan terletak pada tingkat permintaan konsumsi atau ekspornya, karena baik konsumsi atau ekspor dunia cenderung meningkat dengan stabil. Permasalahan utamanya justru terletak pada fluktuasi harga yang tidak stabil. Fluktuasi harga CPO ini cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil produk subtitusi (saingan CPO), yaitu negara-negara penghasil minyak dari kacang kedelai dan jagung yang umumnya merupakan negara di Eropa dan Amerika (negara maju). Isu-isu seperti produk yang tidak higienis, pengrusakan ekosistem hutan termasuk isu pemusnahan orang utan merupakan isu yang diangkat untuk menjatuhkan harga CPO dunia. Harga CPO dunia pada tahun 2006 adalah USD540/ton, relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga selama tujuh tahun terakhir, walaupun pada 1984 harga CPO pernah mencapai USD729/ton (Anonymous, 2007).
Untuk mengatasi fluktuasi harga ini, pada bulan Desember 2006 pihak gabungan pengusaha kelapa sawit Malaysia (MPOA) dan gabungan petani kelapa sawit Indonesia (GAPKI) mengadakan perjanjian kerja sama yang didukung penuh oleh pemerintahan kedua negara, yang isi perjanjian diantaranya adalah untuk menjaga stabilitas harga CPO. Perkembangan Ekspor dan Konsumsi CPO Dunia.
Kuala Lumpur - Ekspor minyak kelapa sawit ke India masih menjadi target pasar terbesar di dunia, terlebih bagi Indonesia sebagai produsen nomor satu dunia. Beragamnya produk makanan yang sudah lazim menggunakan minyak kelapa sawit mendorong terkereknya permintaan minyak sawit, manakala keripik kentang dan camilan lainnya banyak diminati lidah para pecinta makanan ringan India.
Diperkirakan konsumsi minyak nabati India bisa naik sebanyak 3% atau sebanyak 300.000 ton tahun ini karena populasi dan pendapatan per kapita yang mengalami pertumbuhan. Menurut analisis Bloomberg, pembelian minyak sawit akan naik 10% menjadi 7 juta ton, meningkat 620 ribu ton dari tahun sebelumnya, berdasarkan perhitungan yang berakhir Oktober 2011.
Premi minyak kedelai atas minyak sawit melonjak US$ 213,22/ton, naik menjadi US$ 271,68/ton pada 13 Juli. Pada Malaysia Derivatives Exchange pengiriman kelapa sawit Oktober naik 0,8% menjadi RM 2.959/ton. Seperti estimasi analis senior Pertanian Religare Komoditas Ltd, Mathur Prasoon, permintaan dari konsumen akan mendorong harga. (Yaniar)
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar