PERANAN PEMASARAN AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
Disusun Oleh :
Ananda Yopantry Panjaitan 150510100176
Much.Ichsan Zainal 150510100152
Siti Nurjanah 150510100143
Ratu Delyani Fatmawati 150510100
Dina Septria 150510100
Agroteknologi-D
Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
2011
Pemasaran Agribisnis (Marketing Agribusiness)
Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah:
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir ataupun industri dalam negeri.
Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah:
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir ataupun industri dalam negeri.
Walaupun begitu prospek minyak sawit cukup menjanjikan didasawarsa millenium ini, indikatornya dilihat dari meningkatnya konsumsi kelapa sawit dunia. Harapan dan perkiraan naiknya produksi dan pemasaran minyak kelapa sawit dunia terutama oleh negara-negara penghasil utama minyak kelapa sawit ternyata tidak diikuti oleh perkembangan pemasaran minyak kelapa sawit di Indonesia kuartal pertama tahun 2000 ini
1. Pemasaran Menurut WY. Stanton
Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial.
2. Pemasaran Menurut H. Nystrom
Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
3. Pemasaran Menurut Philip dan Duncan
Pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen.
4. Pemasaran menurut The American Marketing Assocciation (AMA)
Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan implementasi dari konsep, pricing, promosi, dan distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat diciptakan pertukaran agar dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dan perusahaan sekaligus.
1. Pemasaran Menurut WY. Stanton
Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial.
2. Pemasaran Menurut H. Nystrom
Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
3. Pemasaran Menurut Philip dan Duncan
Pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen.
4. Pemasaran menurut The American Marketing Assocciation (AMA)
Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan implementasi dari konsep, pricing, promosi, dan distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat diciptakan pertukaran agar dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dan perusahaan sekaligus.
Berdasarkan definisi di atas, proses pemasaran dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. Mengetahui apa saja yang diinginkan oleh konsumen yang berkenaan dengan produk, kinerja serta kualitas adalah tahap pertama yang sangat penting dari kegiatan pemasaran. Yang akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu :
a. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
b. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat.
c. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Contohnya, penjelasan secara detail oleh orang di bagian produksi dibutuhkan apabila ada konsumen yang komplain mengenai produk. Demikian juga dibutuhkan orang yang dapat menangani kegiatan sumber daya manusia, sehingga dapat menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan kompensasi dan reward kepada semua karyawan yang terlibat dalam perusahaan. Bagian keuangan memerlukan orang yang ahli dalam berbagai sistem pembayaran dan insentif, terutama kepada konsumen yang membutuhkan sehingga dapat mengakomodasi berbagai jenis kebutuhan konsumen. Dengan demikian, kegiatan pemasaran selalu berkaitan dengan berbagai departemen lainnya.
Untuk kegiatan bisnis skala kecil, di mana pemilik tidak memiliki karyawan dalam jumlah besar, ini artinya perusahaan memerlukan cara berpikir yang menyeluruh pada saat ia menerapkan strategi pemasaran, yaitu serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Jasa layanan pendukung
Pengembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia memerlukan dukungan dari pemerintah, baik dari segi pendanaan, peraturan, manajemen, pengembangan riset dan teknologi, maupun infra struktur. Yang perlu diperhatikan adalah perkebunan rakyat dengan segala keterbatasannya, diharapkan dapat mengelola kebunnya dengan baik.
Modal yang sangat diperlukan oleh petani maupun pengusaha perkebunan dapat diperoleh melalui lembaga finansial/perbankan. Untuk petani kecil/perkebunan rakyat dapat bekerja sama dengan koperasi agar mudah dalam mendapatkan kredit bank dan memperoleh suku bunga yang lebih rendah dibanding bila peminjaman secara perorangan. Menjadi plasma pada perkebunan besar juga dapat dijadikan alternatif agar pengelolaan kebun lebih terkontrol.
Peraturan pemerintah tentang perijinan, pengelolaan kebun dan pemasaran hendaknya tidak menyulitkan pelaku agribisnis kelapa sawit, sehingga dapat merangsang investor menanamkan modal dan menjalankan usahanya dengan nyaman. Diharapkan para investor ini akan membina petani plasmanya dan memberikan penyuluhan, pembinaan dan pendampingan agar petani bisa melaksanakan budidaya kelapa sawit yang baik dan benar.
Pengembangan riset dan teknologi diyakini merupakan salah satu pilar untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Riset dan teknologi yang dibutuhkan pada dasarnya terdiri diri riset bidang on-farm (pemuliaan dan budidaya), off-farm (pengolahan dan pengembangan produk utama, produk samping, produk turunan, dan limbah) dan intermediate (sosial ekonomi, pasar, kebijakan, dan lingkungan). Walaupun sudah dihasilkan berbagai teknologi dan informasi mengenai ke tiga bidang tersebut, namun riset masih tetap difokuskan pada bidang-bidang tersebut dengan lebih menekankan pada bagian-bagian yang mempunyai dampak besar dan jangka panjang yang signifikan guna perbaikan daya saing industri minyak sawit Indonesia.
Hal yang juga penting dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah terbangunnya infra struktur berupa jalan dan jembatan sampai ke desa, agar pengangkutan saprodi dan TBS bisa berjalan lancar. Pemerintah dapat bekerja sama dengan perkebunan besar mengenai pembangunan infra struktur ini. Apabila jalan sudah terbangun, tranportasi tersedia, maka akan mudah bagi petani/perkebunan rakyat mengangkut TBS, sehingga pada akhirnya petani akan bersungguh-sungguh mengusahakan lahannya, dan akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA
Wayan R. Susila
Peluang investasi untuk perluasan areal kelapa sawit diperkirakan berkisar antara 74000-117000 ha per tahun, dengan kebutuhan dana investasi berkisar antara 1.1-1.7 triliun per tahun. Dari sisi peremajaan, peluang invetasi adalah berkisar antara 20000-50000 ha per tahun dengan kebutuhanan investasi berkisar antara Rp 300 – Rp 750 miliar per tahun.
Peluang investasi untuk perluasan areal kelapa sawit diperkirakan berkisar antara 74000-117000 ha per tahun, dengan kebutuhan dana investasi berkisar antara 1.1-1.7 triliun per tahun. Dari sisi peremajaan, peluang invetasi adalah berkisar antara 20000-50000 ha per tahun dengan kebutuhanan investasi berkisar antara Rp 300 – Rp 750 miliar per tahun.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertum-buhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11.% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2002). Laju yang demikian pesat menandai era di mana kelapa sawit merupakan salah primadona pada sub-sektor perkebunan.
Pada lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multi-dimensional dan tingkat persaingan pasar minyak nabati yang dihadapi CPO semakin ketat, laju pertumbuhan industri CPO mulai melambat. Sebagai ilustrasi, laju perluasan areal pada periode 1991-2001 hanya sekitar 9.62% per tahun. Makin melambatnya pertumbuhan tersebut juga diiringi oleh isu bahwa pasar kelapa sawit sudah mulai jenuh sehingga banyak investor yang mulai ragu-ragu untuk melakukan investasi pada bisnis kelapa sawit.
Benarkah investasi pada bisnis kelapa sawit sudah jenuh? Peluang tersebut dilihat dari dua sisi yaitu sisi peremajaan atau rehabilitasi (regenerasi) dan sisi perluasan. Sisi peremajaan perlu mendapat perhatian karena kebun-kebun kelapa sawit yang dibangun pada tahun 1970-an secara teknis sudah layak untuk diremajakan. Pada sisi lain, beberapa hasil studi seperti oleh FAO (2001) menunjukkan bahwa bisnis kelapa sawit masih berpeluang untuk melakukan perluasan.
Sejalan dengan hal itu, organisasi tulisan ini disusun sebagai berikut. Setelah Pendahuluan, sekilas akan diuraikan perkembangan industri CPO Indonesia. Selanjutnya bahasan difokuskan pada peluang CPO di pasar internasional. Berdasarkan peluang tersebut, peluang investasi kelapa sawit didiskusikan pada bagian akhir tulisan ini.
Prospek CPO Di Pasar Internasional
Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005 (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.
Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada nega¬ra yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun. Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun (Susila 2001).
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO (2001) menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun (Gambar 2). Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.
Produksi CPO dunia pada dekade mendatang masih akan didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia sebagai produsen utama akan mengalami peningkatan produksi dengan laju 2.8% per tahun. Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk peningkatan produksi dengan laju antara 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO Indonesia pada tahun 2005 mencapai 10 juta ton (Susila, 2002)
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005 (Gambar 3). Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton (FAO 2001).
Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasai pasar untuk negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta ton)
Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005 (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.
Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada nega¬ra yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun. Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun (Susila 2001).
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO (2001) menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun (Gambar 2). Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.
Produksi CPO dunia pada dekade mendatang masih akan didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia sebagai produsen utama akan mengalami peningkatan produksi dengan laju 2.8% per tahun. Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk peningkatan produksi dengan laju antara 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO Indonesia pada tahun 2005 mencapai 10 juta ton (Susila, 2002)
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005 (Gambar 3). Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton (FAO 2001).
Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasai pasar untuk negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta ton)
Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada shock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga tahun 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton. Di samping itu, mulai menurunnya stok pada periode menjelang 2005 juga mendukung perkiraan tersebut. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton (Susila dan Supriono 2001).
Peluang Pasar Indonesia
Secara umum, ada dua sumber permintaan (peluang pasar) untuk CPO Indonesia yaitu konsumsi domestik dan ekspor. Setelah sebelumnya meningkat dengan laju sekitar 8% per tahun, peluang konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan akan meningkat dengan laju antara 6% pada tahap awal dan menurun menjadi sekitar 4% pada akhir dekade mendatang. (Gambar 4). Untuk periode 2000-2005, konsumsi domestik diperkirakan meningkat dengan laju 5%-6% per tahun. Selanjutnya, untuk periode 2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan adalah 3%-5% per tahun. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi domestik pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta ton.
Selain mengandalkan pasar domestik, pasar ekspor merupakan pasar utama CPO Indonesia. Ekspor CPO Indonesia pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7-8% per tahun. Di samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi, kinerja ekspor CPO Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, khususnya tingkat pajak ekspor.
Selain mengandalkan pasar domestik, pasar ekspor merupakan pasar utama CPO Indonesia. Ekspor CPO Indonesia pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7-8% per tahun. Di samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi, kinerja ekspor CPO Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, khususnya tingkat pajak ekspor.
Dengan asumsi tingkat pajak ekspor adalah masih di bawah 5%, maka ekspor CPO Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4-8% per tahun pada periode 2000-2010 (Gambar 5). Pada periode 2000-2005, ekspor akan tumbuh dengan laju 5%-8% per tahun sehingga volume ekspor pada periode tersebut sekitar 5.4 juta ton. Pada periode 2005-2010, volume ekspor meningkat dengan laju 4%-5% per tahun yang membuat volume ekspor menjadi 6.79 juta ton pada tahun 2010.
Peluang Investasi dari Perluasan Areal
Berdasarkan peluang pasar tersebut, maka peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan masih cukup terbuka. Secara teoritis, ada banyak skenario yang dapat dilakukan untuk memenuhi peluang pasar tersebut. Salah satu skenario peluang perluasan areal adalah pada periode 2003-2005 perluasan areal adalah antara 3.5% per tahun, sedangkan pada periode 2006-2010 adalah sekitar 2% per tahun.
Dengan asumsi tersebut, peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan sekitar 117000 ha per tahun pada periode 2003-2005 dan 70000 ha per tahun untuk periode 2006-2010. Untuk mewujudkan hal tersebut, dana investasi yang dibutuhkan adalah sekitar 1.7 triliun per tahun pada periode pertama dan sekitar 1.1 triliun per tahun pada periode kedua. Kebutuhan benih untuk mendukung hal tersebut berkisar antara 14.8 – 23.5 juta per tahun.
DAFTAR PUSTAKA
______http://kamaluddin86.blogspot.com/,16-September-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar