Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswa Pertanian Unpad ,Meskipun Jurusan ini bukan Jurusan Utama saya sejak awal tapi saya punya ekspetasi menggebrak mutu Pertanian di Indonesia khususnya berbau PANGAN PERTANIAN.

Jumat, 30 September 2011

Permintaan Konsumen Agribisnis KELAPA SAWIT

Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami mengingkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati. Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun juga terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia. industri kelapa sawit cukup marak dibicarakan, karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi biofuel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Biofuel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya dapat terus dikembangkan, sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali. Masalah energi alternatif saat ini sedang menjadi perbincangan yang ramai di masyarakat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) saat ini telah menggugah masyarakat bahwa Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi. Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.
Krisis ekonomi menimpa hampir semua sendi-sendi perekonomian dunia. Hal itu jugalah yang terjadi pada industri kelapa sawit Indonesia.
Turunnya harga kelapa sawit menjadikan Indonesia mengalami kerugian ganda, selain akibat penebangan ilegal untuk sektor industri itu. Demikian ujar Hasrul Junaid dari Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia.
Banyak pembukaan ladang kelapa sawit dilakukan di wilayah-wilayah yang tidak layak untuk penanaman tersebut misalnya terjadi di ladang gambut. Itu bisa terjadi berkat permainan dari Departemen Kehutanan di pemerintahan pusat sampai ke Pemerintah Daerah.
Status
Menurut Hasrul, kontrol sebetulnya ada di tangah pemerintah pusat, karena itu adalah tanah negara. Masalahnya, hutan gambut tersebut memiliki status, misalnya status hutan lindung, atau status suaka satwa.
Jadi menurut Hasrul sebetulnya hutan lindung tersebut tidak boleh ditanami kelapa sawit. Namun itu bisa terjadi karena faktor uang atau faktor suap dan korupsi.
Saat ini ada gejala penurunan harga kelapa sawit terjadi karena krisis finansial. Dengan demikian ada dua kerugian yang diterima Indonesia yaitu habisnya hutan dan penghasilan negara yang berkurang.
Bermanfaat
Sebetulnya hutan harus dipertahankan karena bermanfaat untuk manusia dari generasi ke generasi. Namun itu tidak terjadi selama ini. Sementara itu ada kerugian lainnya bagi hutan di Indonesia jika hutan tersebut ditanami oleh kelapa sawit seperti di Kalimantan Tengah atau di Riau.
Pasalnya membakar adalah cara yang paling murah dan mudah untuk membersihkan lahan gambut.
Namun seperti di Palangkaraya, akibatnya lebih pelik karena menimbulkan kabut yang dapat mengurangi daya lihat seseorang.
Api di lahan gambut itu memang tidak terlihat namun sekamnya dengan kedalaman lebih dari 15 meter, menimbulkan polusi hebat.
            Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia (Anonymous, 2006).
Seiring dengan meningkatnya konsumsi dunia, ekspor CPO dalam 5 (lima) tahun terakhir juga menunjukkan tren meningkat, rata-rata peningkatannya adalah sebesar 11%. Eksportir terbesar didunia didominasi oleh Malaysia dan Indonesia, kedua negara tersebut menguasai 91% pangsa pasar ekspor dunia. Papua Nugini berada di urutan ke 3 dengan perbedaan share yang cukup jauh yaitu hanya berkisar 1,3% (Anonymous, 2006).
Diprediksikan peningkatan konsumsi dan ekspor ini akan terus berlanjut bahkan dalam persentase yang lebih besar mengingat faktor yang mendukung hal tersebut cukup banyak, seperti: pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri hilir, perkembangan energi alternatif, dll. Malaysia dan Indonesia diprediksikan akan terus menjadi pemain utama dalam ekspor CPO ini, mengingat belum ada perkembangan yang signifikan dari negara pesaing lainnya. Bahkan Indonesia diprediksikan akan menyalip Malaysia baik dalam produksi maupun ekspor CPO, karena didukung oleh luas lahan yang tersedia dimana Malaysia sudah mulai terbatas.
Permasalahan utama perdagangan dunia CPO sebenarnya bukan terletak pada tingkat permintaan konsumsi atau ekspornya, karena baik konsumsi atau ekspor dunia cenderung meningkat dengan stabil. Permasalahan utamanya justru terletak pada fluktuasi harga yang tidak stabil. Fluktuasi harga CPO ini cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil produk subtitusi (saingan CPO), yaitu negara-negara penghasil minyak dari kacang kedelai dan jagung yang umumnya merupakan negara di Eropa dan Amerika (negara maju). Isu-isu seperti produk yang tidak higienis, pengrusakan ekosistem hutan termasuk isu pemusnahan orang utan merupakan isu yang diangkat untuk menjatuhkan harga CPO dunia. Harga CPO dunia  pada tahun 2006 adalah USD540/ton, relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga selama tujuh tahun terakhir, walaupun pada 1984 harga CPO pernah mencapai USD729/ton (Anonymous, 2007).
Untuk mengatasi fluktuasi harga ini, pada bulan Desember 2006 pihak gabungan pengusaha kelapa sawit Malaysia (MPOA) dan gabungan petani kelapa sawit Indonesia (GAPKI) mengadakan perjanjian kerja sama yang didukung penuh oleh pemerintahan kedua negara, yang isi perjanjian diantaranya adalah untuk menjaga stabilitas harga CPO. Perkembangan Ekspor dan Konsumsi CPO Dunia.
            Kuala Lumpur - Ekspor minyak kelapa sawit ke India masih menjadi target pasar terbesar di dunia, terlebih bagi Indonesia sebagai produsen nomor satu dunia. Beragamnya produk makanan yang sudah lazim menggunakan minyak kelapa sawit mendorong terkereknya permintaan minyak sawit, manakala keripik kentang  dan camilan lainnya banyak diminati lidah para pecinta makanan ringan India.
Diperkirakan konsumsi minyak nabati India bisa naik sebanyak 3% atau sebanyak 300.000 ton tahun ini karena populasi dan pendapatan per kapita yang mengalami pertumbuhan. Menurut analisis Bloomberg, pembelian minyak sawit akan naik 10% menjadi 7 juta ton, meningkat 620 ribu ton dari tahun sebelumnya, berdasarkan perhitungan yang berakhir Oktober 2011.
Premi minyak kedelai atas minyak sawit melonjak US$ 213,22/ton, naik menjadi US$ 271,68/ton pada 13 Juli. Pada Malaysia Derivatives Exchange pengiriman kelapa sawit Oktober naik 0,8% menjadi RM 2.959/ton. Seperti estimasi analis senior Pertanian Religare Komoditas Ltd, Mathur Prasoon, permintaan dari konsumen akan mendorong harga. (Yaniar)



















DAFTAR PUSTAKA

Minggu, 25 September 2011

Manajemen Pemasaran Agribisnis Kelapa Sawit -


Identifikasi Manajemen Pemasaran Kelapa Sawit
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia. Walaupun produksi minyak nabati produksi minyak kelapa sawit mengalami kenaikan cukup pesat dari tahun ke tahun. Namun Indonesia tidak luput dari hal yang tidak mendukung seperti pengaruh cuaca buruk (badai El Nino), sehingga menyebabkan kadar asam minyak kelapa sawit tinggi. Hal ini mengakibatkan mutu minyak kelapa sawit bervariatif.
Walaupun begitu prospek minyak sawit cukup menjanjikan didasawarsa millenium ini, indikatornya dilihat dari meningkatnya konsumsi kelapa sawit dunia. Harapan dan perkiraan naiknya produksi dan pemasaran minyak kelapa sawit dunia terutama oleh negara-negara penghasil utama minyak kelapa sawit ternyata tidak diikuti oleh perkembangan pemasaran minyak kelapa sawit di Indonesia kuartal pertama tahun 2000 ini. Sebagai contoh adalah mekanisme tender yang dilaksanakan oleh pihak PT Perkebunan Nusantara diwakili Kantor Pemasaran Bersama , tidak menunjukkan gairah pasar yang diharapkan. Terjadi penurunan volume rata - rata penjualan diawal tahun 2000 tersebut.
Sebagai komoditi yang bebas diperdagangkan di pasar internasional , perdagangan minyak sawit Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan - perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal yang berimplikasi pada produksi dan perdagangan minyak sawit Indonesia. Ekspor minyak sawit Indonesia umumnya ditujukan untuk pasar ekspor Eropa. Maka sedikit masalah pada minyak sawit Indonesia akan mengancam kelangsungan ekspor minyak sawit . Disamping itu adanya peluang - peluang yang ada karena masih banyaknya lahan potensial dan strategi pemasaran yang tepat khususnya dalam menjual minyak kelapa sawit merupakan masalah yang cukup dipecahkan dalam rangka mengembalikan kepercayaan dunia terhadap mutu minyak sawit Indonesia serta rangka memenangkan persaingan ekspor minyak sawit dan selain terhadap produsen minyak nabati lainnya yang merupakan substistusi minyak sawit.
Secara internal penjualan di Kantor Pemasaran Bersama, menjelang awal tahun 2000 nilai penjualan dengan mekanisme tender menciut drastis. Menurut pelaku pasar, diperkirakan karena adanya penjualan langsung dari pihak produsen kepada procesor, tanpa mekanisme tender . Mekanisme ini dikhawatirkan akan merusak mekanisme tender yang sedang digalakkan. Disamping itu kondisi politik yang sedang tidak begitu menguntungkan perekonomian menyebabkan para procesor lebih cenderung untuk berhati-hati dalam melakukan pengadaan stok CPO. Namun pihak PTP yang diwakili KPB tetap menyelengarakan tender karena cukup diakui akan mampu mendapatkan harga terbaik.
Kantor Pemasaran Bersama KPB merupakan suatu organisasi yang memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di seluruh Indonesia. Minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil, CPO, merupakan salah satu produk yang ditangani oleh KPB khususnya Divisi Penjualan Kelapa Sawit. Mekanisme tender merupakan salah satu metoda penjualan yang terdapat di Divisi Kelapa Sawit selain dari metoda - metoda lainnya seperti free sale dan Long Term Contract.
Dari berbagai masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Faktor - faktor apakah yang perlu dipertimbangkan pada harga penjualan minyak kelapa sawit di dalam negeri khususnya di Kantor Pemasaran Bersama ?
2. Metoda penjualan apakah yang terbaik untuk metoda - metoda penjualan yang dilaksankan saat ini oleh Kantor Pemasaran Bersama ?


Dari permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi faktor - faktor yang dipertimbangkan pada penjualan minyak kelapa sawit di Kantor Pemasaran Bersama
2. Mengkaji kemungkinan - kemungkinan alternatif metoda penjualan yang lain yang dapat diterapkan di Kantor Pemasaran Bersama

Metoda pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan identifikasi eksternal dan internal dari kondisi perdagangan minyak kelapa sawit dewasa ini. Setelah itu dilakukan analisa proses hirarki dari elemen - elemen yang merupakan kesimpulan sesuai analisa disebelumnya untuk dilakukan suatu pengambilan keputusan tentang alternatif penjualan apakah yang merupakan metoda penjualan terbaik didukung dengan kondisi perekonomian minyak kelapa sawit saat penelitian tersebut berlangsung.
Penilaian secara konseptual dilakukan dengan mengadakan pertanyaan - pertanyaan kepada pihak manajemen juga untuk data - data sekunder lainnya, seperti misalnya kondisi perekonomian minyak kelapa sawit di Indonesia dan formula LTC. Data lain seperti perdagangan ekspor dan impor diperoleh dari lembaga - lembaga penyedia data statistik dan studi perpustakaan . Untuk melakukan pengambilan keputusan dilakukan dengan kuestioner secara sengaja terhadap para pakar atau yang berpengalaman dalam menangani masalah kelapa sawit Indonesia.
Menurut penelitian ini, hal - hal yang mempengaruhi fluktuasi harga pada penjualan minyak kelapa sawit terutama mempertimbangkan harga, supply/demand, kondisi politik dan keamanan, serta perubahan teknologi yang berlangsung. Derivatif lain yang juga dipertimbangkan berkaitan dengan kondisi diatas adalah kurs, substitusi, produksi, kebijaksanaan /peraturan pemerintah dan cadangan minyak kelapa sawit.
Dari penelitian selain teridentifikasi faktor - faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi nilai penjualan CPO, dan untuk mengantisipasi faktor - faktor tersebut pihak KPB khususnya divisi penjualan kelapa sawit menggunakan mekanisme penjualan dengan tender, penjualan bebas dan long term kontrak. Alternatif lain dari metoda penjualan yang ada tersebut yaitu bursa berjangka dan e - commerce belum dapat diadakan.
Hendaknya pihak KPB khususnya divisi penjualan kelapa sawit juga mempertimbangkan penggunaan mekanisme penjualan lain seperti bursa berjangka dan eletronic commerce khususnya untuk mengantisipasi maraknya globalisasi perdagangan dan perubahan teknologi informasi.
           












Pendekatan Pemasaran Agribisnis Kelapa Sawit

Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditas unggulan negara kita. Pada saat sekarang ini, komoditas kelapa sawit masih tetap menjadi komoditas perkebunan yang penting dan menjanjikan, mengingat hasilnya (minyak kelapa sawit dan inti sawit) merupakan bahan baku industri sekaligus komoditas ekspor yang sangat penting karena kemanfaatannya yang sangat luas. Negara kita Indonesia menduduki peringkat ke dua terbesar negara – negara penghasil Kelapa Sawit dunia. Sejalan dengan tingginya minat untuk memperkebunkan Kelapa Sawit, pemerintah kita memberikan semacam tawaran dan kemudahan untuk membangun perkebunan kelapa sawit melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Program ini adalah merupakan sebuah langkah dalam rangka menindaklanjuti kebijakan pemerintah tentang Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kelautan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada bulan Juni 2005 di Jati Luhur, Jawa Barat. Hal ini tentunya menjadi sebuah komitmen dalam upaya pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan yang pada saat sekarang ini sudah menjadi dilema besar bagi negeri ini.
Sesuai dengan Visi Perkebunan 2020 yaitu sebagai sumber kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah menempatkan perkebunan kelapa sawit sebagai unggulan nasional. Dalam kontek ini pengembangan industri kelapa sawit harus menghasilkan produk hulu hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial. Maka pendekatan yang akan ditempuh adalah ”Pengembangan Klaster Industri Berbasis Kalapa Sawit” (Media Perkebunan, 2009). Program ini melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Di sisi lain pihak perbankan juga dilibatkan untuk menyalurkan kredit dalam mambantu pembiayaan..
Program Revitalisasi Perkebunan sendiri adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Diharapkan dengan program ini, mampu meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat melalui pengembangan perkebunan serta meningkatkan penguasaan ekonomi nasional dengan mengikutsertakan masyarakat (petani/pekebun) dan pengusaha lokal.
Mari kita kembangkan komoditi kelapa sawit di negeri ini tentunya dengan sistem dan tehnik pertanian yang baik, dengan demikian eksistensi atau keberadaan tanaman ini semangkin di cintai masyarakat kita.






Minggu, 18 September 2011

Pemasaran Agribisnis

PERANAN PEMASARAN AGRIBISNIS KELAPA SAWIT


 








Disusun Oleh :
Ananda Yopantry Panjaitan                                               150510100176
Much.Ichsan Zainal                                                 150510100152
Siti Nurjanah                                                          150510100143
Ratu Delyani Fatmawati                                           150510100
Dina Septria                                                           150510100

Agroteknologi-D
Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
2011
Pemasaran Agribisnis (Marketing Agribusiness)
Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah:
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir ataupun industri dalam negeri.
Walaupun begitu prospek minyak sawit cukup menjanjikan didasawarsa millenium ini, indikatornya dilihat dari meningkatnya konsumsi kelapa sawit dunia. Harapan dan perkiraan naiknya produksi dan pemasaran minyak kelapa sawit dunia terutama oleh negara-negara penghasil utama minyak kelapa sawit ternyata tidak diikuti oleh perkembangan pemasaran minyak kelapa sawit di Indonesia kuartal pertama tahun 2000 ini
1. Pemasaran Menurut WY. Stanton
Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial.
2. Pemasaran Menurut H. Nystrom
Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
3. Pemasaran Menurut Philip dan Duncan
Pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen.
4. Pemasaran menurut The American Marketing Assocciation (AMA)
Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan implementasi dari konsep, pricing, promosi, dan distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat diciptakan pertukaran agar dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dan perusahaan sekaligus.

            Berdasarkan definisi di atas, proses pemasaran dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. Mengetahui apa saja yang diinginkan oleh konsumen yang berkenaan dengan produk, kinerja serta kualitas adalah tahap pertama yang sangat penting dari kegiatan pemasaran. Yang akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu :
a. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
b. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat.
c. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Contohnya, penjelasan secara detail oleh orang di bagian produksi dibutuhkan apabila ada konsumen yang komplain mengenai produk. Demikian juga dibutuhkan orang yang dapat menangani kegiatan sumber daya manusia, sehingga dapat menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan kompensasi dan reward kepada semua karyawan yang terlibat dalam perusahaan. Bagian keuangan memerlukan orang yang ahli dalam berbagai sistem pembayaran dan insentif, terutama kepada konsumen yang membutuhkan sehingga dapat mengakomodasi berbagai jenis kebutuhan konsumen. Dengan demikian, kegiatan pemasaran selalu berkaitan dengan berbagai departemen lainnya.
Untuk kegiatan bisnis skala kecil, di mana pemilik tidak memiliki karyawan dalam jumlah besar, ini artinya perusahaan memerlukan cara berpikir yang menyeluruh pada saat ia menerapkan strategi pemasaran, yaitu serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.




Jasa layanan pendukung
Pengembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia memerlukan dukungan dari pemerintah, baik dari segi pendanaan, peraturan, manajemen, pengembangan riset dan teknologi, maupun infra struktur. Yang perlu diperhatikan adalah perkebunan rakyat dengan segala keterbatasannya, diharapkan dapat mengelola kebunnya dengan baik.
Modal yang sangat diperlukan oleh petani maupun pengusaha perkebunan dapat diperoleh melalui lembaga finansial/perbankan. Untuk petani kecil/perkebunan rakyat dapat bekerja sama dengan koperasi agar mudah dalam mendapatkan kredit bank dan memperoleh suku bunga yang lebih rendah dibanding bila peminjaman secara perorangan. Menjadi plasma pada perkebunan besar juga dapat dijadikan alternatif agar pengelolaan kebun lebih terkontrol.
Peraturan pemerintah tentang perijinan, pengelolaan kebun dan pemasaran hendaknya tidak menyulitkan pelaku agribisnis kelapa sawit, sehingga dapat merangsang investor menanamkan modal dan menjalankan usahanya dengan nyaman. Diharapkan para investor ini akan membina petani plasmanya dan memberikan penyuluhan, pembinaan dan pendampingan agar petani bisa melaksanakan budidaya kelapa sawit yang baik dan benar.
Pengembangan riset dan teknologi diyakini merupakan salah satu pilar untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Riset dan teknologi yang dibutuhkan pada dasarnya terdiri diri riset bidang on-farm (pemuliaan dan budidaya), off-farm (pengolahan dan pengembangan produk utama, produk samping, produk turunan, dan limbah) dan intermediate (sosial ekonomi, pasar, kebijakan, dan lingkungan). Walaupun sudah dihasilkan berbagai teknologi dan informasi mengenai ke tiga bidang tersebut, namun riset masih tetap difokuskan pada bidang-bidang tersebut dengan lebih menekankan pada bagian-bagian yang mempunyai dampak besar dan jangka panjang yang signifikan guna perbaikan daya saing industri minyak sawit Indonesia.
Hal yang juga penting dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah terbangunnya infra struktur berupa jalan dan jembatan sampai ke desa, agar pengangkutan saprodi dan TBS bisa berjalan lancar. Pemerintah dapat bekerja sama dengan perkebunan besar mengenai pembangunan infra struktur ini. Apabila jalan sudah terbangun, tranportasi tersedia, maka akan mudah bagi petani/perkebunan rakyat mengangkut TBS, sehingga pada akhirnya petani akan bersungguh-sungguh mengusahakan lahannya, dan akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA
Wayan R. Susila
Peluang investasi untuk perluasan areal kelapa sawit diperkirakan berkisar antara 74000-117000 ha per tahun, dengan kebutuhan dana investasi berkisar antara 1.1-1.7 triliun per tahun. Dari sisi peremajaan, peluang invetasi adalah berkisar antara 20000-50000 ha per tahun dengan kebutuhanan investasi berkisar antara Rp 300 – Rp 750 miliar per tahun.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertum-buhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11.% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2002). Laju yang demikian pesat menandai era di mana kelapa sawit merupakan salah primadona pada sub-sektor perkebunan.
Pada lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multi-dimensional dan tingkat persaingan pasar minyak nabati yang dihadapi CPO semakin ketat, laju pertumbuhan industri CPO mulai melambat. Sebagai ilustrasi, laju perluasan areal pada periode 1991-2001 hanya sekitar 9.62% per tahun. Makin melambatnya pertumbuhan tersebut juga diiringi oleh isu bahwa pasar kelapa sawit sudah mulai jenuh sehingga banyak investor yang mulai ragu-ragu untuk melakukan investasi pada bisnis kelapa sawit.
Benarkah investasi pada bisnis kelapa sawit sudah jenuh? Peluang tersebut dilihat dari dua sisi yaitu sisi peremajaan atau rehabilitasi (regenerasi) dan sisi perluasan. Sisi peremajaan perlu mendapat perhatian karena kebun-kebun kelapa sawit yang dibangun pada tahun 1970-an secara teknis sudah layak untuk diremajakan. Pada sisi lain, beberapa hasil studi seperti oleh FAO (2001) menunjukkan bahwa bisnis kelapa sawit masih berpeluang untuk melakukan perluasan.
Sejalan dengan hal itu, organisasi tulisan ini disusun sebagai berikut. Setelah Pendahuluan, sekilas akan diuraikan perkembangan industri CPO Indonesia. Selanjutnya bahasan difokuskan pada peluang CPO di pasar internasional. Berdasarkan peluang tersebut, peluang investasi kelapa sawit didiskusikan pada bagian akhir tulisan ini.
Prospek CPO Di Pasar Internasional
Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005 (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.
Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada nega¬ra yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun. Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun (Susila 2001).
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO (2001) menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun (Gambar 2). Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.
Produksi CPO dunia pada dekade mendatang masih akan didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia sebagai produsen utama akan mengalami peningkatan produksi dengan laju 2.8% per tahun. Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk peningkatan produksi dengan laju antara 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO Indonesia pada tahun 2005 mencapai 10 juta ton (Susila, 2002)
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005 (Gambar 3). Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton (FAO 2001).
Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasai pasar untuk negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta ton)
Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada shock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga tahun 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton. Di samping itu, mulai menurunnya stok pada periode menjelang 2005 juga mendukung perkiraan tersebut. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton (Susila dan Supriono 2001).
Peluang Pasar Indonesia
Secara umum, ada dua sumber permintaan (peluang pasar) untuk CPO Indonesia yaitu konsumsi domestik dan ekspor. Setelah sebelumnya meningkat dengan laju sekitar 8% per tahun, peluang konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan akan meningkat dengan laju antara 6% pada tahap awal dan menurun menjadi sekitar 4% pada akhir dekade mendatang. (Gambar 4). Untuk periode 2000-2005, konsumsi domestik diperkirakan meningkat dengan laju 5%-6% per tahun. Selanjutnya, untuk periode 2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan adalah 3%-5% per tahun. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi domestik pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta ton.
Selain mengandalkan pasar domestik, pasar ekspor merupakan pasar utama CPO Indonesia. Ekspor CPO Indonesia pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7-8% per tahun. Di samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi, kinerja ekspor CPO Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, khususnya tingkat pajak ekspor.
Dengan asumsi tingkat pajak ekspor adalah masih di bawah 5%, maka ekspor CPO Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4-8% per tahun pada periode 2000-2010 (Gambar 5). Pada periode 2000-2005, ekspor akan tumbuh dengan laju 5%-8% per tahun sehingga volume ekspor pada periode tersebut sekitar 5.4 juta ton. Pada periode 2005-2010, volume ekspor meningkat dengan laju 4%-5% per tahun yang membuat volume ekspor menjadi 6.79 juta ton pada tahun 2010.

Peluang Investasi dari Perluasan Areal
Berdasarkan peluang pasar tersebut, maka peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan masih cukup terbuka. Secara teoritis, ada banyak skenario yang dapat dilakukan untuk memenuhi peluang pasar tersebut. Salah satu skenario peluang perluasan areal adalah pada periode 2003-2005 perluasan areal adalah antara 3.5% per tahun, sedangkan pada periode 2006-2010 adalah sekitar 2% per tahun.
Dengan asumsi tersebut, peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan sekitar 117000 ha per tahun pada periode 2003-2005 dan 70000 ha per tahun untuk periode 2006-2010. Untuk mewujudkan hal tersebut, dana investasi yang dibutuhkan adalah sekitar 1.7 triliun per tahun pada periode pertama dan sekitar 1.1 triliun per tahun pada periode kedua. Kebutuhan benih untuk mendukung hal tersebut berkisar antara 14.8 – 23.5 juta per tahun.




















DAFTAR PUSTAKA

______http://kamaluddin86.blogspot.com/,16-September-2011