Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswa Pertanian Unpad ,Meskipun Jurusan ini bukan Jurusan Utama saya sejak awal tapi saya punya ekspetasi menggebrak mutu Pertanian di Indonesia khususnya berbau PANGAN PERTANIAN.

Minggu, 07 November 2010

Program INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI TANAMAN

1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di Pulau Jawa dan memperluas Bali yang memiliki lahan pertanian sempit.
Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program Panca Usaha Tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program sapta usaha tani. Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian meliputi kegiatan sebagai berikut :
·        Pengolahan tanah yang baik
·        Pengairan yang teratur
·        Pemilihan bibit unggul
·        Pemupukan
·        Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
·        Pengolahan pasca panen
·        Pemasaran
2. Ekstensifikasi Pertanian     
Adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar Pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.
Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara :
  • Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga dasar gabah
  • Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar petani dapat meningkatkan produksi pertaniannya.
  • Menyempurnakan sistem kelembagaan usaha tani melalui pembentukan kelompok tani, dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang bertujuan untuk memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para petani.
Penerapan intensifikasi pertanian, selain telah memberikan banyak keberhasilan, ternyata juga banyak memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keseimbangan ekosistem.
I Wayan Alit Artha Wiguna, seorang mahasiswa pasca sarjana IPB mengatakan dampak itu antara lain seperti terjadinya pengkayaan hara N, P ,dan K pada perairan, karena penerapannya yang kurang tepat.
Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan itu mengemukakan pendapatnya, saat mempertahankan disertasinya untuk mencapai gelar doktor, seperti dijelaskan Kepala Humas IPB Agus Lelana di Bogor, Minggu.
Disertasi yang diajukan berjudul “Kontribusi Sistem Usahatani Padi Sawah terhadap Pengkayaan Hara Nitrogen, Fosfor, dan Kalium Aliran Permukaan Pada Ekosistem Subak di Bali (Kasus Daerah Aliran Sungai Yeh Sungai di Tabanan Bali) yang dipertahankan di Ruang Senat Gd. Rektorat Lt. VI Kampus IPB Darmaga.
Ia menjelaskan, di Propinsi Bali pengembangan sektor pertanian, khusus untuk tanaman padi, memiliki hubungan yang sangat erat dengan sistem subak (organisasi tradisional pemakai air irigasi).
Dari hasil penelitiannya, Wayan menyimpulkan bahwa telah terjadi pengkayaan hara perairan yang terkait dengan sistem usaha tani pada ekosistem Subak di Bali.
Tingkat pengkayaan nitrat di daerah hulu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tengah dan hilir. Namun, mutu perairan di daerah hulu lebih rendah dibandingkan daerah tengah dan hilir. Oleh karena itu, un pelestarian lingkungan, agar dijadikan dasar dalam pembangunan pertanian.
Benih ataupun bibit, sebagai produk akhir dari suatu program pemuliaan tanaman, yang pada umumnya
memiliki karakteristik keunggulan tertentu, mempunyai peranan yang vital sebagai penentu batas-atas
produktivitas dan dalam menjamin keberhasilan budidaya tanaman. Sampai saat ini, upaya perbaikan
genetik tanaman di Indonesia masih terbatas melalui metode pemuliaan tanaman konvensional, seperti
persilangan, seleksi dan mutasi, dan masih belum secara optimal memanfaatkan aneka teknologi
pemuliaan modern yang saat ini sangat pesat perkembangannya di negara-negara maju. Tujuan
pemuliaan masih berkisar pada upaya peningkatan produktivitas, ketahanan terhadap hama dan
penyakit utama dan toleransi terhadap cekaman lingkungan (Al, Fe, kadar garam, dll), pemuliaan
kearah karakter kualitas paling sering dijumpai pada komoditas hortikultura Pada umumnya, kegiatan
pemuliaan di Indonesia masih didominasi oleh lembaga- lembaga pemerintah, sedangkan pihak swasta
masih terbatas dalam upaya propagasi (perbanyakan) tanaman dan relatif sedikit yang sudah
mengembangkan divisi R & D-nya. Riset pemuliaan molekuler masih sangat terbatas. Pemberlakuan
UU No. 29 tahun 2000, yang memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset pemuliaan,
memberi peluang untuk berkembangnya industri perbenihan kompetitif yang berbasis riset pemuliaan.
Secara umum peran pemuliaan dalam meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing komoditas
pertanian serta berbagai kendala dalam program pemuliaan tanaman di tanah air, didiskusikan dalam
makalah ini.
Dua dekade lagi, kira-kira pada tahun 2025, negara kita diprediksikan akan dihuni oleh
penduduk yang mencapai sekitar 273 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0.9%
sampai 1.3 % per tahun (BPS, 2007). Adanya jumlah penduduk yang sangat besar menyebabkan
kebutuhan akan pangan menjadi meningkat, terutama terhadap beras, ditambah dengan adanya beragam
permasalahan krusial lainnya yang terkait erat dengan bidang pertanian, seperti (diantaranya): produksi
beberapa komoditas yang masih belum mencukupi kebutuhan/stok dalam negeri (misalnya padi,
kedelai dan jagung), adanya penurunan produktivitas lahan, tingginya laju konversi lahan pertanian ke
non-pertanian (sekitar 50 ribu ha per tahun), angka kemiskinan (berkisar 16%; BPS, 2006) dan
1 Staf Pengajar pada Lab. Pemuliaan Tanaman, Faperta UNPAD, Jatinangor;
Postdoctoral Fellow pada Transgenic Crop R & D Center, Nat. Inst of Agro-biological Sci. (NIAS), Tsukuba.
Disampaikan dalam Seminar on Agricultural Sciences Mencermati Perjalanan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam kajian terbatas bidang Produksi Tanaman, Pangan, pada tanggal Januari 2008, di Tokyo.

1.pengangguran yang masih cukup tinggi (10%; BPS, 2007), serta terjadinya degradasi kualitas sumber
daya alam akibat dari proses pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Dengan beragamnya
permasalahan yang ada, bila tanpa diimbangi dengan upaya-upaya yang strategis dan komprehensif
dalam mengatasinya, maka akan menyebabkan permasalahan menjadi makin kompleks, yang salah
satunya dapat berakibat pada melemahnya program ketahanan pangan dan pada gilirannya akan
membawa implikasi pada bidang sosial, ekonomi, bahkan politik di tanah air. Oleh karena itu, upaya
yang serius dalam membangun pertanian menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPKK) beberapa waktu lalu
oleh pemerintah, sebagai program dalam rangka pengurangan kemiskinan, pengangguran dan
peningkatan daya saing bangsa, membawa harapan baru bagi upaya pembangunan pertanian (arti luas)
yang komprehensif, mandiri, inovatif serta mampu mensejahterakan petani dan stake holders lainnya.
RPKK yang di dalamnya mencakup pembangunan ketahanan pangan, secara eksplisit menjabarkan
langkah- langkah kebijakan operasionalnya, yang diantaranya meliputi peningkatan produksi pangan
domestik meliputi kuantitas, kualitas dan keragamannya (RPKK, 2005).
Terkait dengan hal di atas dan terlebih mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang
mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satu strategi yang sangat potensial dalam rangka
meningkatkan produktivitas, kualitas serta daya saing komoditas tanaman adalah melalui pendekatan
pemuliaan tanaman. Melalui kegiatan pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam kultivar unggul
baru, selain memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki beberapa karakter lain yang mendukung
upaya peningkatan kualitas dan daya saing. Pemuliaan tanaman sendiri didefinisikan sebagai
serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan genetik tanaman (modifikasi gen ataupun
kromosom) untuk merakit kultivar/varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia.


Proses kegiatan pemuliaan tanaman
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan yang dinamis dan berkelanjutan. Kedinamisannya
dicerminkan dari adanya tantangan dan kondisi alam lingkungan yang cenderung berubah, sebagai
contoh strain patogen yang selalu berkembang, selera ataupun preferensi konsumen terhadap pangan
yang juga berkembang, oleh karenanya, kegiatan pemuliaan pun akan berpacu sejalan dengan
perubahan tersebut. Sedangkan keberlanjutannya dapat dilihat dari kegiatannya yang sinambung,
berlanjut dari satu tahapan menuju pada tahapan berikutnya. Lebih lanjut, pemuliaan merupakan ilmu
terapan yang multidisiplin, dengan menggunakan beragam ilmu lainnya, seperti genetika, sitogenetik,
agronomi, botani, fisiologi, patologi, entomologi, genetika molekuler, biokimia, statistika (Gepts and
Hancock, 2006), dan bioinformatika. Sedangkan, dilihat dari metode yang digunakan, dibagi menjadi
dua: pendekatan pemuliaan konvensional (contohnya melalui persilangan, seleksi dan mutasi) dan
inkonvensional (kloning gen, marka molekuler dan transfer gen).
Pada umumnya proses kegiatan pemuliaan diawali dengan
·        usaha koleksi plasma nutfah
·        sebagai sumber keragaman,
·        identifikasi dan karakterisasi,
·        induksi keragaman, misalnya melalui
persilangan ataupun dengan transfer gen, yang diikuti dengan
·        proses seleksi,
·        pengujian dan
·        evaluasi,
·        pelepasan, distribusi dan komersialisasi varietas.
Teknik persilangan yang diikuti dengan proses seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam inovasi perakitan kultivar unggul baru, selanjutnya, diikuti oleh kultivar introduksi, teknik induksi mutasi dan mutasi spontan yang juga
beberapa kultivar baru.


Status kegiatan pemuliaan tanaman di tanah air
Bila dilihat dari pelakunya, kegiatan pemuliaan tanaman di tanah air, sebagian besar masih
dilakukan oleh institusi-institusi milik pemerintah, seperti lembaga penelitian di bawah koordinasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, antara lain: Puslitbang Tanaman Pangan/Hotikultura/ Perkebunan, Balai Besar (BB) Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, BB
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor, serta beberapa balai penelitian, seperti Balit Tanaman Sayuran Lembang, Balit Tanaman Hias Cipanas, Balit Buah-buahan Solok, Balit Jagung dan
Serelia lain Maros, Balit Kacang-kacangan dan Ubi-ubian Malang. Juga terdapat Balai Pengkajian
 Pertanian (BPTP) di hampir setiap provinsi. Di lingkup Lembaga Riset Perkebunan
Indonesia, juga terdapat Puslit Kelapa Sawit Medan, Puslit Kopi dan Kakao Jember, Puslit Teh dan Kina Gambung, Puslit Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan, Puslit Karet Sungei Putih, Balit Biotek Perkebunan. Pada komoditas perkebunan yang lain, juga terdapat Balit Tembakau dan Serat Malang, Puslit Tanaman Kelapa dan Palma lain Manado. Selain itu, kita juga memiliki Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Departemen Kehutanan memilki Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta,
yang juga secara aktif melakukan riset pemuliaan tanaman.

Kultivar unggul yang sudah dirilis dari berbagai lembaga penelitian pemerintah ini sudah cukup banyak, khususnya tanaman pangan. Sebagai contoh, padi, sebanyak 138 padi sawah, 21 padi pasang surut/lahan rawa dan 6 padi hibrida. Sementara itu, relatif masih sedikit kultivar yang dirilis untuk komoditas hortikultura yang dihasilkan lembaga pemerintah (Puslitbang Horti), yaitu 15 kultivar sayuran, 28 kultivar buah-buahan, dan 29 kultivar tanaman hias.
Selain menyiapkan sumberdaya manusia di bidang pemuliaan tanaman, beberapa perguruan tinggi di negera kita, juga turut aktif dalam kegiatan pemuliaan tanaman, diantaranya: IPB, UGM,
Unpad, Unbraw, Unsoed, USU, Unand, juga Universitas Mataram. Ke-delepan universitas ini
merupakan universitas yang memiliki Program Studi Pemuliaan Tanaman. Di luar universitas ini, tidak tertutup kemungkinan terdapat beberapa universitas yang juga sudah melakukan kegiatan pemuliaan tanaman.Sementara itu, pihak swasta, dalam hal ini perusahaan-perusahaan perbenihan/pembibitan,
hanya beberapa perusahaan yang sudah betul-betul melakukan rangkaian kegiatan pemuliaan seperti
persilangan, seleksi, pengujian, serta juga analisis marka molekuler, misalnya PT East West Seed, PT Dupont Indonesia, Syngenta, Bayer Crop Science, dll. Sedangkan sebagian besar perusahaan perbenihan masih terbatas pada upaya perbanyakan varietas/klon unggul hasil introduksi dan varietas
turunannya. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah mulai aktif terlibat, khususnya dalam
kegiatan pelestarian plasma nutfah berbagai tanaman penting. Pemuliaan partisipasi (participatory
plant breeding), yaitu upaya pemuliaan tanaman yang melibatkan petani secara langsung, juga sudah
banyak dilakukan oleh beberapa lembaga pemerintah, LSM dan organisasi internasional (seperti IRRI,
CGN= Centre for Genetic Resources NL) yang fokus utamanya adalah pelestarian plasma nutfah padi
dan sayuran.

Peran pemuliaan tanaman
Peningkatan produktivitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang paling sering
dilakukan pemuliaan dalam merakit suatu kultivar. Hal ini karena peningkatan produktivitas berpotensi menguntungkan secara ekonomi. Bagi petani, peningkatan produktivitas diharapkan dapat menkonpensasi biaya produksi yang telah dikeluarkan. Peningkatan produktivitas (daya hasil per satuan
luas) diharapkan akan dapat meningkatkan produksi secara nasional. Terlebih bahwa telah terjadinya
pelandaian peningkatan produktivitas beberapa komoditas tanaman, utamanya padi. Pada dekade tahun
1960-1970-an, penggunaan varietas unggul padi dan perbaikan teknik budidaya telah mampu
meningkatkan produktivitas secara nyata. Daya hasil padi per satuan luas meningkat dari 2-3 ton/ha
menjadi 4-6 ton/ha (Nugraha, 2004). Akan tetapi setelah tahun 1980-an, peningkatan produktivitas
menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, kini di Indonesia telah dirilis sekitar 31 kultivar hibrida padi.
Selain kultivar hibrida, beberapa tipe kultivar padi lainnya adalah tipe IRxx (tahan terhadap hama
wereng), rasa enak (IR64) dan padi tipe baru (new plant type) seperti kultivar Ciapus dan Gilirang.
Perakitan kultivar hibrida, yang merupakan kultivar turunan pertama, berdaya hasil tinggi
(10-20% lebih tinggi dari kultivar biasa) dengan memanfaatkan fenomena heterosis. Pada tanaman
jagung, cabai, tomat, kelapa, kelapa sawit, serta beberapa tanaman hortikultura lainnya, kultivar hibrida
telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan kualitas komoditas tanaman adalah perakitan
kultivar yang memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan,
kandungan protein, dll. Perbaikan kualitas juga berarti perbaikan ke arah preferensi konsumen (market/
client). Karakter kualitas target pemuliaan, sebagai contoh pada tanaman mangga adalah karakter
(diantaranya): daging buah tebal, rasa manis, tekstur daging buah baik, kadar serat rendah, biji tipis,
kulit buah tebal dengan warna menarik serta memiliki daya simpan yang panjang.
Pemuliaan untuk merakit tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap
cekaman lingkungan seperti kekeringan, kadar Al, Fe tinggi, sudah sering dilakukan. Sebagi contoh,
perakitan padi tahan hama penggerek dan toleran kekeringan telah dilakukan oleh LIPI. Perakitan tebu
yang toleran kekeringan juga dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Pemuliaan jagung hibrida, jagung yang memiliki kandungan protein tinggi, kedelai yang tahan lalat
kacang, toleran naungan, telah dan sedang dilakukan pada Lab. Pemuliaan Tanaman Unpad.
Peluang dan Tantangan
Upaya perakitan kultivar unggul masih terbuka lebar untuk beberapa komoditas tanaman
dengan beragam target/tujuan pemuliaan yang ingin dicapainya. Khusus untuk buah-buahan eksotik,
seperti manggis, mangga gedong gincu dan beberapa rempah-rempah ataupun tanaman fitofarmaka,
sangat potensial untuk ditangani dengan baik, sebagai komoditas ekspor dalam rangka peningkatan
daya saing bangsa. Selain itu juga, kebutuhan akan benih/bibit unggul bermutu dan bersertifikat masih
sangat tinggi dan masih belum terpenuhi baik untuk keperluan lokal ataupun nasional. Impor benih
tanaman pangan (padi hibrida), hortikultura dan perkebunan masih tinggi. Sementara itu, kita sangat
kaya akan sumber biodiversitas (genetik, spesies dan ekosistem) yang sangat potensial untuk digunakan
dalam perakitan kultivar unggul.
Pemberlakuan UU No. 29 tahun 2000, tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), yang
memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset pemuliaan, memberi peluang untuk
berkembangnya industri perbenihan yang kompetitif. Dengan memberikan perlindungan kepada
pemulia atau siapapun pelaku riset pemuliaan, maka akan mendorong investasi dan pengembangan
aktivitas pemuliaan tanaman di Indonesia. Sektor swasta, dalam hal ini perusahaan perbenihan yang
berbasis riset pemuliaan tanaman akan tumbuh dan berkembang pesat dengan memanfaatkan plasma
nutfah lokal, luar negeri (introduksi) dan nasional. Sebagai konsekuensi, manfaat ataupun keuntungankeuntungannya
akan dinikmati tidak hanya oleh pemulia, juga akan bergulir ke petani, misalnya karena
banyaknya perusahaan benih yang menawarkan produk benih dengan keunggulan yang relatif sama,
maka akan terjadi persaingan harga, yang pada akhirnya akan menguntungkan petani dan konsumen.
Otonomi daerah membuka peluang upaya yang seluas-luasnya untuk merakit kultivar unggul
dengan memanfaatkan sumberdaya genetik lokal untuk keunggulan spesifik daerah ataupun sebagai ciri
khas daerah.
Untuk peningkatan kualitas dan daya saing, teknik pemuliaan molekuler memiliki peluang
untuk dikembangkan. Pengembangan marka molekuler yang terpaut (linkage) dengan karakter-karakter
kualitas ataupun pendekatan QTL (quantitative trait loci) untuk karakter kualitas, berpotensi sebagai
jalan untuk merakit kultivar yang memiliki kualitas unggul. Lebih lanjut, bila fasilitas dan dukungan
dana yang kontinyu, teknik pemuliaan molekuler lainnya yang dapat digunakan guna menunjang
peningkatan kualitas dan daya saing adalah transformasi gen a.l.: transformasi gen pengendali yang
karakter yang unik, rekayasa metabolism, anti-sense, RNA-interference dll.
Tantangan yang dihadapi adalah adanya kesepakatan multilateral dalam perdagangan
internasional seperti TRIPS (Trade Related Intellectual Property Rights), yang menghendaki suatu
negara tidak dapat membatasi impor produk (termasuk produk pertanian) tanpa justifikasi yang dapat
diterima oleh negara-negara WTO lainnya. Dengan demikian, bila produksi nasional masih belum
mencukupi, maka otomatis produk pertanian (untuk konsumsi dan benih) akan memasuki pasar dalam
negeri.

Kendala atau permasalahan yang dihadapi
1. Jumlah pemuliaan tanaman yang ada relatif sedikit (± 600 orang) bila dibandingkan dengan
komoditas yang harus ditangani. Ditambah dengan kualitas dan pengalaman SDM yang sangat
beragam. Selain itu juga, upaya terencana untuk meningkatkan kemampuan terhadap
perkembangan iptek pemuliaan yang relatif minim (training, shortcourse, workshop dll).
Pendekatan yang bisa dilakukan adalah perbanyak pelatihan atau training, dengan melibatkan
perhimpunan profesi pemulia (Peripi) ataupun lembaga pendidikan.
2. Peralatan dan mesin pertanian untuk mendukung upaya pemuliaan, produksi, prosesing
(pengeringan, seed treatment, quality control dll), serta distribusi benih/bibit masih sangat terbatas
dan umumnya dibawah standard. Upaya pengadaan, peremajaan alat dan mesin menjadi keharusan.
3. Dukungan dana yang tidak stabil dan tidak sinambung, umumnya masih tergantung dari proyek,
bukan dana rutin. Riset pemuliaan/perbenihan yang memerlukan investasi yang cukup besar dan lama, dimulai dari proses penemuan kultivar yang tepat sampai uji multilokasi. Karena ketiadaan dukungan dana ini maka sering kali program pemuliaan suatu komoditas menjadi tidak sinambung.
4. Akses terhadap pustaka mutakhir yang masih minim di Indonesia. Belum semua institusi pemerintah memiliki akses yang luas terhadap jurnal-jurnal ilmiah yang baik ataupun jurnal ilmiah
internasional.
5. Pemuliaan molekuler masih sangat terbatas dilakukan. Padahal potensi untuk merakit kultivar dengan beragam tujuan terbuka luas. Hal ini terjadi karena:
Masih terbatas penelitian molekuler hulu (downstream), baik intensitas maupun kualitasnya yang mendukung kegiatan pemuliaan molekuler (untuk transfer gen), yaitu dalam bidang genomics, baik
struktural (penentuan sekuens DNA/ struktur protein) ataupun fungsional (penentuan fungsi
gen/protein dan interaksinya), seperti: identifikasi, isolasi dan karakterisasi sekuens DNA dari genom suatu tanaman, masih sangat sedikit dilakukan di negara kita. Ketiadaan peralatan, rendahnya akses terhadap jurnal-jurnal ilmiah bertaraf internasional, sumberdaya manusia yang
terlatih masih sangat sedikit, ditambah dukungan dana yang masih sangat kecil dan tidak kontinyu merupakan sebagian kendala yang kita hadapi. Sebagai akibatnya para peneliti di Indonesia masih sangat tergantung terhadap hasil penelitian para peneliti asing, dan lembaga-lembaga asing lainnya
(perusahaan bioteknologi ataupun lembaga riset internasional), yang umumnya telah dipatenkan. Kondisi seperti ini harus segera diakhiri, kuncinya adalah dukungan dana riset yang besar dan kontinyu untuk penelitian-penelitian genomics ini. Sehingga diharapkan dalam beberapa tahun ke depan, upaya merakit tanaman dengan gen-gen unggul untuk karakter tertentu yang memungkinkan untuk adaptif pada lahan-lahan tercekam ataupun untuk memproduksi sesuatu yang bermanfaat
bagi konsumen akan dapat dilakukan, bila penelitan genomics kita maju.
6. Sosialisasi UU No. 29 tahun 2000 tentang PVT, belum berjalan seperti yang diharapkan. Petani
ataupun masyarakat awam masih belum memahami Hak Perlindungan Varietas Tanaman yang
diatur dalam UU tersebut. Beberapa kali terjaid konflik antara petani dengan perusahaan benih.
7. Kebijakan pemerintah dalam hal perbenihan tidak selalu sejalan dengan keinginan pihak swasta.
Beberapa prosedur untuk melepas varietas, untuk tanaman semusim yang akan dilepas sebagai
varietas unggul baru perlu diuji mutlilokasi sedikitnya 6 unit pengujian selama 2 musim tanam atau
8 unit per musim tanam (2 kali setahun) dan dilakukan 2 kali pengujian berturut-turut ditempat
yang sama (Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1999). Hal demikian, seringkali dipandang
memberatkan dan tidak efisien bagi pengusaha.

2 komentar: