SISTEM REPRODUKSI MANUSIA
MATERI KELAS IX
Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manusia untuk menghasilkan keturunan yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dilakukan dengan cara generatif atau seksual.
Untuk dapat mengetahui reproduksi pada manusia, kita harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ kelamin yang terlibat serta proses yang berlangsung di dalamnya.
ORGAN REPRODUKSI MANUSIA
a.
PRIA
Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
1.
Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
2.
Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1.
Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus.
2.
Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
3.
Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.
4.
Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dana menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
5.
Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.
Kelenjar pada organ reproduksi pria
1.
Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran reproduksi wanita.
2.
Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih yang bersifat asam.
3.
Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran urethra.
b.
WANITA
Dibedakana menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
1.
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.
2.
Vulva merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
Labium mayor merupakan sepasang bibir besar yang terletak di bagian luas dan membatasi vulva.
Labium minor merupakan sepasang bibir kecil yang terletak di bagian dalam dan membatasi vulva
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1.
Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita seperti :
Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.
Progesterone yang berfungsi dalam memelihara masa kehamilan.
2.
Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.
3.
Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.
4.
Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
5.
Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
6.
Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu :
Perimetrium yaitu lapisanyang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus.
Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.
Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila tidak terjadi pembuahanmaka dinding endometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
7.
Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
8.
Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.
9.
Klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Sering disebut dengan klentit.
Gambar Uterus
Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&hl=id&q=hormon
GAMETOGENESIS
Merupakan peristiwa pembentukan sel gamet, baik gamet jantan/sel spermatozoa (spermatogenesis) dan juga gamet betina/sel ovum.
a.
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sel spermatozoa. Dibentuk di dalam tubula seminiferus. Dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
1.
Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
2.
Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone (yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma).
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.
b.
Oogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel ovum. Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
1.
Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
2.
Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
3.
Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
4.
Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH
Selama 28 hari sekali sel ovum dikeluarkan oleh ovarium. Sel telur ini telah matang (mengalami peristiwa ovulasi). Selama hidupnya seorang wanita hanya dapat menghasilkan 400 buah sel ovum setelah masa menopause yaitu berhentinya seorang wanita untuk menghasilkan sel ovum yang matang Karena sudah tidak dihasilkannya hormon, sehingga berhentinya siklus menstruasi sekitar usia 45-50 tahun.
Bagan/skema spermatogenesis
Sel spermatogonium (2n)
Mitosis
Spermatosit primer
Meiosis I
Spermatosit sekunder Spermatosit sekunder
Meiosis II
Spermatid Spermatid Spermatid Spermatid
Sperma (n) Sperma (n) Sperma (n) Sperma (n)
Bagan/skema Oogenesis
Sel oogonium (2n)
Mitosis
Oosit primer (2n)
Meiosis I
Badan kutub primer Oosit sekunder (2n)
Meiosis II
Badan kutub sekunder Badan kutub sekunder Badan kutub sekunder Ootid
OVUM
Gambar struktur sel sperma
2 KETERANGAN :
3 1. Protein
1 2. Kepala
4 3. Badan
4. Ekor
Gambar struktur sel ovum
1 KETERANGAN :
2 1. Inti sel
2. Corona pelucida
3 3. Corona radiata
Setelah ovulasi maka sel ovum akan mengalami 2 kemungkinan yaitu :
a.
Tidak terjadi fertilisasi maka sel ovum akan mengalami MENSTRUASI yaitu luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Terjadi secara periodic/sikus. Mempunyai kisaran waktu tiap siklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya.
Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu :
1.
Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormone estrogen dan progresteron sehingga kandungan hormon dalam darah menjadi tidaka ada.
2.
Fase Proliferasi/fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormone estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone estrogern yang merangsangnya keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekersei FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.
3.
Fase Ovulasi/fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah mentruasi 1. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel aka mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum
berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
4.
Fase pasca ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase pendarahan/menstruasi.
Gambar Siklus mentsruasi
Sumber : http://images.google.co.id/images?hl=id&q=BIOLOGY&gbv=2
b.
Terjadi FERTILISASI yaitu peleburan antara sel sperma dengan sel ovum yang telah matang dan menghasilkan zygote. Zygote akan menempel/implantasi pada dinding uterus dan tumbuh berkembang menjadi embrio dan janin. Keadaan demikian disebut dengan masa kehamilan/gestasi/nidasi. Janin akan keluar dari uterus setelah berusia 40 minggu/288 hari/9 bulan 10 hari. Peristiwa ini disebut dengan kelahiran.
Tahapan waktu dalam fertilisasi :
1.
Beberapa jam setelah fertilisasi zygote akan membelah secara mitosis menjadi 2 sel, 4, 8, 16 sel.
2.
Pada hari ke-3 atau ke-4 terbentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula akan berkembang menjadi blastula. Rongga blastosoel berisi cairan dari tuba fallopi dan membentuk blastosit. Lapisan dalam balstosit membentuk inner cell mass. Blastosit dilapisi oleh throhpoblast (lapisan terluar blastosit) yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni/plasenta/ari-ari. Blastosit akan bergerak menuju uterus dengan waktu 3-4 hari.
3.
Pada hari ke-6 setelah fertilisasi throphoblast akan menempel pada dinding uterus/proses implantasi dan akan mengeluarkan hormone HCG (hormone Chorionik gonadotrophin). Hormon ini melindungi kehamilan dengan menstimulasi produksi hormone progesteron dan estrogen sehingga mencegah menstruasi.
4.
Pada hari ke-12 setelah fertilisasi embrio telah kuat menempel pada dinding uterus.
5.
Dilanjutkan dengan fase gastrula, yaitu hari ke-21 palsenta akan terus berkembang dari throphoblast. Mulai terbentuk 3 lapisan dinding embrio. Lapisan dinding embrio inilah yang akan berdiferensisai menjadi organ-organ tubuh. Organ tubuh aka berkembang semakin sempurna seiring bertambahnya usia kandungan.
Hormon yang berperanan dalam kehamilan
1.
Progesteron dan estrogen, merupakan hormon yang berperanan dalam masa kehamilan 3-4 bulan pertama masa kehamilan. Setelah itu fungsinya diambil alih oleh plasenta. Hormone estrogen makin banyak dihasilkan seiring dengan bertambahnya usia kandungan karena fungsinya yang merangsang kontraksi uterus. Sedangkan hormon progesterone semakin sedikit karena fungsinya yang menghambat kontraksi uterus.
2.
Prolaktin merupakan hormon yang disekresikan oleh plasenta dan berfungsi untuk memacu glandula mamae untuk memproduksi air susu. Serta untuk mengatur metabolisme tubuh ibu agar janin (fetus) tetap mendapatkan nutrisi.
3.
HCG (hormone chorionic gonadotrophin) merupakan hormone untuk mendeteksi adanya kehamilan. Bekerja padahari ke-8 hingga minggu ke-8 pada masa kehamilan. Hormon ini ditemukan pada urine wania pada uji kehamilan.
4.
Hormon oksitosin merupakan hormone yang berperan dalam kontraksi uterus menjelang persalianan.
Hormon yang berperanan dalam kelahiran/persalinan
1.
Relaksin merupakan hormon yang mempengaruhi peregangan otot simfisis pubis
2.
Estrogen merupakan hormon yang mempengaruhi hormon progesteron yang menghambat kontraksi uterus.
3.
Oksitosin merupakan hormon yang mempengaruhi kontraksi dinding uterus.
Prinsip Kontrasepsi dalam Reproduksi
Bertujuan untuk mencegah bertemunya sel sperma dengan sel ovum sehingga tidak terjadi fertilisasi. Macam cara dalam kontrasepsi adalah :
1.
Sistem kalender yaitu dengan memperhatikan masa subur wanita.
2.
Secara hormonal yaitu menghambat/menghentikan proses ovulasi.
3.
Kimiawi yaitu dengan menggunakan zat-zat kimia. Seperti spermatosida untuk pria, vaginal douche untuk wanita.
4.
Mekanik yaitu dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi.
5.
Sterilisasi yaitu dengan membuat setril organ-organ reproduksi bagian dalam. Seperti vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita.
ORGAN REPRODUKSI HEWAN
a.
Invertebrata
1.
Reproduksi asexual/vegetative meliputi :
Fragmentasi yaitu pemisahan salah satu bagian tubuh yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Contohnya Planaria sp dan Asterias sp.
Budding/tunas/gemmulae yaitu pembentukan tonjolan pada salah satu bagian tubuh hewan dan adapat berkembang menjadi individu baru. Contohnya hewan Acropora sp dan Euspongia sp.
Fisi yaitu pembelahan sel pada sel induk dan hasilnya akan berkembang menjadi individu baru. Dibedakan menjadi 2 yaitu pembelahan biner, contohnya pada Bakteri dan pembelahan multiple pada Virus.
Sporulasi yaitu dengan dibentuknya spora pada sel induk dan akhirnya spora akan berkembang menjadi individu baru. Contohnya pada Plasmodium sp.
Parthenogenesis yaitu terbentuknya individu baru melalui sel telur yang tanpa dibuahi. Contohnya lebah madu jantan, semut jantan dan belalang.
Paedogenesis yaitu terbentuknya individu baru langsung dari larva/nimpha. Contohnya pada Class Trematoda/cacing isap yaitu Fasciola hepatica dan Clonorchis sinensis.
2.
Reproduksi sexual/generative
Konjugasi yaitu persatuan antara dua individu yang belum mengalami spesialisasi sex. Terjadi persatuan inti (kariogami) dan sitoplasma (plasmogami). Contohnya pada Paramaecium sp.
Fusi yaitu persatuan/peleburan duya macam gamet yang belum dapat dibedakan jenisnya. Dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a.
Isogami yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya pada Phyllum Protozoa.
b.
Anisogami yaitu persatuan dua macam gamet yang berbeda ukuran dan bentuknya sama. Contohnya Chlamydomonas sp.
c.
OOgami yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki ukuran dan bentuk yang tidak sama. Contohnya pada Hydra sp.
b.
Vertebrata
1.
Class Pisces yaitu dengan ovipar dan secara fertilisasi eksternal, ovovivipar dan vivipar. Organ reproduksinya meliputi testis, vas deferens, lubang urogenitalia untuk jantan dan untuk betina adalah ovarium, oviduk dan lubang urogenitalia.
2.
Class Amphibia yairu dengan fertilisasi eksternal. Organ reproduksinya meliputi testis, vasa efferentia dan kloakauntuk jantan dan untuk betina yaitu ovarium, oviduk dan kloaka.
3.
Class Reptilia yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksinya meliputi testis, hemipenis, vas deferens, epididimis dan kloaka. Untuk betina yaitu ovarium, oviduk dan kloaka.
4.
Class Aves yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksi bagi yang jantan yaitu testis, vas deferens dan kloaka. Untuk yang betina meliputi ovarium kiri, oviduk, dan kloaka.
5.
Class Mammalia yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksi jantan meliputi penis, vas deferens, testis dan anus. Untuk yang betina meliputi ovarium, oviduk, uterus dan anus. Memiliki sistem menstruasi yang disebut dengan fase estrus serta tipe uterus yang kompleks.
Mengenai Saya
- Ananda Yopantry Panjaitan
- Mahasiswa Pertanian Unpad ,Meskipun Jurusan ini bukan Jurusan Utama saya sejak awal tapi saya punya ekspetasi menggebrak mutu Pertanian di Indonesia khususnya berbau PANGAN PERTANIAN.
Senin, 15 November 2010
Rabu, 10 November 2010
kEdaulatan Negara
Momen ulang tahun kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke-65 sebagai tonggak sejarah yang menyatukan visi dan misi kebangsaan menuju kemerdekaan, telah berlalu. Secara historis, momen tersebut tentu saja bukan sekedar simbol seremonial. Namun lahir dari sebuah monumen pengorbanan yang tersusun dari tetesan keringat, darah dan air mata. Tidak hanya perjuangan fisik, tapi juga pergolakan intelektual melalui serangkaian diplomasi yang menunjukkan betapa bangsa ini merupakan bangsa besar yang layak atas kemerdekaannya.
Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta menandai babak baru perjalanan bangsa Indonesia. Alih-alih menganggap kemerdekaan sebagai pemberian penjajah, momentum proklamasi adalah capaian dari sejarah panjang anak bangsa merangkai nasionalisme. Meminjam pemikiran Ernst Renan, nasionalisme adalah kehendak bersama yang berlandaskan nasib yang sama untuk meraih kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajah dan menentukan nasib sendiri sebagai sebuah bangsa.
Terlepas dari nostalgia sejarah panjang pendirian bangsa ini, kita telah memasuki era baru di mana ruh nasionalisme mewarnai perjalanan bangsa ini. Kebangkitan nasional yang telah menapaki masa lebih dari satu abad, memberi pelajaran tentang bagaimana menata proses pendewasaan diri dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara. Begitu banyak ujian dan cobaan yang dilalui, namun suatu hal yang pasti, negara ini tetap berdiri dan terus menatap masa depannya.
Meski demikian, sulit dimungkiri, di balik proses yang begitu panjang, tampaknya nasionalisme yang telah mengusung semangat kebangsaan dan merekatkan persatuan dan kesatuan, belum mampu sepenuhnya menegaskan kemerdekaan dan kemandirian, lebih dari sekedar simbol.
Di tengah kemeriahan ulang tahun kemerdekaan, saat itu pula kita menyaksikan fenomena kemiskinan, pengangguran dan kebodohan yang belum terselesaikan. Kebangkitan nasional yang menjadi simbol kebangkitan anak bangsa dalam menegaskan eksistensinya di tengah percaturan global, belum sepenuhnya menuai pemaknaan substansial, tatkala mayoritas anak bangsa masih terbelenggu ketidakpastian sosial, politik dan ekonomi.
Tidak hanya itu, sepuluh tahun lebih sejak amanat reformasi menjanjikan harapan besar bagi terwujudnya kemandirian sosial dan politik seiring runtuhnya rezim otoriter Orde Baru. Partisipasi politik meningkat sejalan dengan penguatan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan. Publik menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa yang menentukan pilihan politiknya, lepas dari hegemoni kekuasaan. Realitas itu belum cukup membuat bangsa ini menjadi kuat dan mandiri.
Ironisnya, hegemoni justru hanya berubah wajah. Kekuasaan tidak lagi terpusat pada struktur politik otoritarian, tapi melebarkan sayapnya sekaligus berkamuflase menjadi kepentingan elit. Kepentingan itulah yang menjadi bagian dari hegemoni sosial, politik dan budaya negara-negara lain.
Kekayaan Alam
Mungkin bukan sekedar pikiran tak berdasar tatkala para pendiri bangsa ini menyatukan visi kebangsaan melalui momentum Sumpah Pemuda 1928 silam. Aneka ragam suku, budaya, agama dengan berbagai kekhasannya menampakkan diri dan menyatakan secara eksplisit segala harapan yang melahirkan solidaritas, yang terbentuk dari kesamaan nasib keterjajahan. Solidaritas tersebut membangun sebuah proyek bersama untuk menciptakan komunitas yang bebas dari penjajahan.
Pikiran itu sejalan dengan pemahaman yang mendalam tentang struktur kebangsaan Indonesia yang begitu besar. Gugusan pulau dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah ruah sangat cukup untuk menghidupi diri sendiri, tanpa harus meminta belas kasih pihak lain. Sebaliknya, bangsa-bangsa lain berbondong-bondong mengulurkan tangan sambil berharap bangsa ini menjalin kerja sama yang saling menguntungkan.
Potensi kekayaan alam inilah yang turut mendukung terwujudnya kemandirian bangsa. Tidak heran, jika sejak awal konstitusi kebangsaan yang terangkum dalam UUD 1945 telah menegaskan bahwa bumi, air dan segala isinya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Hal ini menegaskan bahwa potensi sumber daya alam yang memayungi hajat hidup rakyat tidak akan memiliki pengaruh signifikan bagi kehidupan jika tidak dikelola dengan baik demi kepentingan rakyat.
Kedaulatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka adalah dasar pijakan untuk menjadi bangsa yang mandiri. Kemandirian yang sudah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa bukanlah khayalan belaka karena Tuhan Yang Maha Kuasa telah memberikan kekayaan berlimpah. Indonesia memiliki 17.504 pulau serta wilayah darat seluas 1.922.570 km² yang subur dan dipenuhi dengan kekayaan alam di dalamnya, lautan seluas 3.257.483 km² yang penuh hasil laut baik perikanan maupun tambang.
Wilayah daratan yang sangat luas dan subur, yang pernah menghasilkan swasembada beras, ternyata saat ini belum mampu dikelola dengan baik sehingga harus mengimpor. Bahkan akan semakin meningkat mengingat pertambahan jumlah penduduk, sehingga diprediksi pada tahun 2018 dibutukan beras sebanyak 40,182 juta ton untuk kebutuhan pangan 270,8 juta penduduk. Hal itu belum memperhatikan alih fungsi lahan sawah yang semakin menyempit.
Kekayaan hutan yang sangat luas juga belum mampu dikelola dengan baik. Kita masih dirugikan akibat illegal logging sekitar Rp. 30 triliun setiap tahun, atau sekitar Rp. 83 Miliar setiap hari. Kerugian tersebut tentu lebih besar lagi jika memperhitungkan dampak illegal logging berupa bencana alam dan punahnya khazanah flora, fauna, dan plasma nutfah yang ada di dalam hutan. Sementara di sektor laut, bangsa ini merugi Rp. 40 trilun per tahun akibat pencurian ikan.
Di sektor energi, bangsa Indonesia pernah menikmati hasil ekspor minyak bumi di awal Orde Baru. Saat ini pun Indonesia masih kaya bahan tambang energi baik berupa minyak bumi, batu bara, serta gas alam. Namun akibat kebijakan privatisasi yang tidak terkendali, saat ini lebih dari 85,4% perusahaan energi dikuasai oleh perusahaan asing dengan penerimaan jauh lebih besar dari penerimaan negara di sektor ini.
Potensi sumber daya alam yang merupakan kekayaan bangsa tidak akan pernah berdampak signifikan selama pengelolaan sektor-sektor potensi tersebut terbuka lebar bagi penguasaan asing. Terlebih lagi, begitu sulit menata kekayaan tersebut saat kekuasaan tidak menganggapnya sebagai kekayaan, melebih komoditas berlaka. Sementara pengelolaannya bisa dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pihak asing.
Konstitusi banga ini telah sedemikian ideal memberi porsi kepentingan bagi rakyat. Namun logika ekonomi yang liberal tidak menempatkan kekayaan tersebut sebagai prioritas untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, kekayaan alam diprivatisasi untuk melicinkan kepentingan asing mengeruk keuntungan yang lebih besar. Akibatnya, rakyat tidak menjadi subjek, namun objek dari kekayaan tersebut.
Kekayaan alam yang melimpah adalah modal yang dapat mengubah dan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang lebih maju, adil, makmur, dan sejahtera. Tetapi, sayangnya bangsa Indonesia kini berada jauh dari kondisi yang diharapkan. Bahkan cita-cita kemakmuran dan keadilan masih jauh dari harapan. Tentu saja, bukan sekedar pemahaman tentang pentingnya memberi porsi yang besar bagi kepentingan rakyat, tapi juga sejauh mana regulasi tentang pengelolaan kekayaan alam sejalan dengan amanat konstitusi. Sebab pada kenyataannya, sulit mewujudkan kepentingan rakyat jika kita masih berpegang pada undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (minerba) yang tidak mengatur pentingnya DMO (domestic market obligation) bagi kepentingan nasional. Ataupun undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang membebaskan kepemilikan asing di sektor tambang hingga 95%.
Karena itulah, penjelasan Hatta tentang penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak (sebagaimana termaktub dalam pasal 33 UUD 1945), adalah dikendalikan dan diatur oleh negara melalui penetapan kebijakan dan regulasi. Kewajiban negara tidak hanya terbatas pada investasinya dalam pengaturan sumber daya alam, tapi lebih dari pada itu, memastikan, melalui kebijakan, agar hajat hidup rakyat terpenuhi.
Penjelasan Hatta ini bisa diaktualisasikan dalam dilema yang sedang dihadapi bangsa ini terkait dengan pengelolaan kekayaan alam. Argumentasi yang seringkali muncul ke permukaan adalah sumber daya manusia atau kemampuan bangsa yang sangat terbatas dalam pengelolaan kekayaan alam tersebut. Gagasan tentang negara yang sebagai regulator menandakan bahwa potensi rakyat harus dilibatkan dalam melakukan investasi atas kekayaan alam tersebut. Khususnya ketika rakyat tidak sekedar merasakan manfaat dari kekayaan alam, tapi juga menjadi bagian dari dalam kegiatan-kegiatan produktif. Dengan demikian iklim ekonomi yang bersumber dari kekayaan alam akan bergerak dengan sendirinya karena gairah keterlibatan rakyat yang begitu besar.
Potensi Sumber Daya Manusia
Menyatukan visi kebangsaan dalam sebuah struktur masyarakat yang beraneka ragam bukanlah perkara mudah. Hal itulah yang dilakukan oleh para pendiri bangsa ini saat berupaya memproklamirkan kemerdekaan dan menata dasar falsafah dan konstitusi negara. Sejarah tentang perdebatan kelompok kaum muda dalam kongres Sumpah Pemuda, pencarian dasar falsafah negara yang melibatkan perdebatan panjang antara kaum nasionalis sekuler dan religius adalah segelintir kisah betapa bangsa besar ini disatukan dari aneka ragam kepentingan yang berbeda-beda.
Namun kesuksesan yang diraih dengan berdirinya negara Indonesia hingga saat ini adalah capaian besar anak bangsa. Tidak hanya itu, tradisi dan budaya yang khas, berupa gotong-royong, tepo seliro, saling asah, asih dan asuh, membedakan bangsa ini dengan bangsa-bangsa lain. Realitas inilah yang menjadi sumber kekuatan sekaligus sumber daya unggul yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Tidak sedikit anak bangsa lahir, besar, terkenal dan disegani bangsa lain, menunjukkan bahwa potensi sumber daya manusia yang unggul cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam menata kehidupan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Memang, secara umum indeks tersebut masih cenderung rendah. Namun, hal ini sangat bergantung pada keseriusan pemerintah untuk memberikan akses yang luas untuk meraih pendidikan dan penghidupan yang layak demi peningkatan kapasitas mereka.
Pemerintah seharusnya membuka mata bahwa sebenarnya telah banyak sumber daya manusia unggul yang terdapat di negara ini. Hanya saja potensi mereka tidak terserap atau tidak dimanfaatkan, disamping kurangnya penghargaan yang diberikan kepada mereka. Banyak terjadi kasus di mana manusia-manusia berkualitas memilih berkarir di negara lain hanya karena tidak mendapat apresiasi dan visi masa depan yang cerah. Pemerintah dan pihak swasta cenderung menggunakan tenaga asing ketimbang tenaga dalam negeri berkualitas, meski biaya yang dikeluarkan jauh lebih mahal.
Seandainya pemerintah mau memperjuangkan nasib rakyat dengan lebih sungguh-sungguh atas para pengusaha asing maka tanpa kekayaan alam yang melimpah pun nasib rakyat ini tidak akan terjual dengan harga yang sangat murah. Terlebih dengan kekayaan alam yang melimpah maka pemerintah harus mempunyai daya tawar yang jauh lebih tinggi dari para pengusaha asing. Pemerintah dapat mewajibkan para pemilik modal menggunakan sumber daya manusia Indonesia sebagai pekerjanya dan kemudian membangun sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas agar dapat hidup lebih sejahtera.
Lagi pula, tanggung jawab tersebut telah tersurat dalam konstitusi UUD 1945, di mana negara berkewajiban menciptakan pendidikan dan penghidupan yang layak bagi rakyat. Negara wajib menggali dan mengembangkan potensi-potensi produktif dari target-target populasi agar agenda kesejahteraan yang lahir dari sumber daya manusia unggul bisa direalisasikan.
Kondisi lingkungan pekerjaan di Indonesia terkadang tidak memberi ruang yang cukup bagi mereka-mereka yang memiliki kemampuan. Para lulusan dengan indeks prestasi luar biasa kesulitan dalam mendapat pekerjaan. Karena kebanyakan perusahaan di Indonesia lebih membutuhkan pekerja-pekerja kelas menengah, yang menyebabkan mereka kurang mendapat kesempatan. Akhirnya mereka memilih bekerja di luar negeri, dengan alasan pengembangan diri, selain faktor penghasilan yang sudah tentu lebih baik dari yang bisa diperoleh.
Karena itu, potensi sumber daya manusia Indonesia tidak bisa sekedar dipandang secara parsial, khususnya saat mereka sekedar dipandang dari kebutuhan kerja dan kontribusinya bagi dunia kerja dalam negeri. Diperlukan tindakan afirmatif, di mana terjalin hubungan yang baik antara politik (pemerintah), pendidikan dan industri. Produk-produk yang dihasilkan sejatinya memiliki keterkaitan dengan dengan industri yang sedang digalakkan oleh negara.
Peluang Globalisasi
Pasca perang dingin telah merubah tatanan dunia yang tidak lagi tersekat dalam kepentingan nasional semata, namun terjalin dalam sebuah jaringan besar yang menghubungkan kepentingan antarnegara. Saat itu, definsi tentang nasionalisme yang menghubungkan kepentingan nasional atas dasar nasib yang sama menjadi tidak relevan. Akibatnya, argumen tentang kemandirian pun mengalami pergeseran paradigma. Globalisasi dianggap bertentangan dengan ide dasar kemandirian.
Globalisasi pada taraf tertentu dipandang sebagai ancaman, sementara dalam hal lain, globalisasi menciptakan ruang yang luas bagi pengembangan individu maupun negara yang didasarkan atas potensi yang mereka miliki. Pada titik inilah, globalisasi menghadirkan peluang sekaligus ancaman. Peluang bagi individu, rakyat dan negara untuk mengembangkan kapasitas dirinya dengan memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana global, sekaligus ancaman bagi tergerusnya kepentingan nasional.
Sebatas sebagai peluang, tentu saja, kemandirian memperoleh jalan yang lebih luas untuk dikembangkan. Hanya saja, jalan itu seringkali diselewengkan semata sebagai ancaman. Hal itulah yang tampak saat globalisasi melahirkan ketergantungan terhadap negara-negara lain. Padahal, sebagai peluang, globalisasi menuntut seluruh eleman bangsa yang hendak mandiri untuk berpikir keras mengoptimalkan sumber daya yang ada demi kesejahteraan rakyat.
Kemandirian di alam global bisa dibandingkan saat bangsa ini sedang berada dalam kungkungan rezim otoritarian. Sebab kemandirian memberi kesempatan yang besar bagi individu untuk meningkatkan potensi dirinya untuk berkembang. Namun, ancaman globalisasi tidak surut mempengaruhi nafsu kekuasaan untuk menetapkan kebijakan yang hanya mementingkan segelintir elit. Atas dasar globalisasi, berbagai kerja sama bilateral, regional dan internasional dilakukan dengan mengabaikan pertimbangan publik. Atas dasar globalisasi pula lah kita menggantungkan harapan dan masa depan bangsa kepada negara-negara lain.
Kemandirian bukan berarti melepaskan diri dari hubungan-hubungan dengan negara lain, namun berusaha menyeimbangkan hubungan itu dengan memperkuat daya saing melalui pilihan kebijakan sosial, ekonomi dan politik yang berpihak pada rakyat. Karena itu, globalisasi sebatas memberi akses pada keterbukaan, sementara kemandirian akan terus terjalin dengan baik ketika akses tersebut dipergunakan untuk memperkuat eksistensi diri sebagai bangsa. Hal itulah yang perlu dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung bagi peningkatan bagi kapasitas anak bangsa.
Globalisasi mengajak seluruh bangsa memperteguh kemandiriannnya dengan potensi yang mereka miliki. Bukan secara sederhana dipahami sebatas intervensi pihak luar atas kedaulatan negara sendiri. Boleh jadi, sikap inilah yang tergambar saat berbagai peristiwa sosial dan politik yang sulit dibendung karena alasan kepentingan politik dan ekonomi dengan pihak luar. Terlalu jauh untuk mengambil contoh kedigdayaan Amerika Serikat yang bisa mengontrol berbagai kebijakan yang seharusnya kita putuskan, melepaskan diri dari negara tetangga saja, seperti Malaysia dan Singapura dan mempertegas posisi tawar kita sebagai bangsa dan rakyat yang berdaulat pun terasa sulit. Kondisi ini sedikit menunjukkan betapa kerdil bangsa ini, dan begitu besar ketergantungan kita terhadap pihak luar, bahkan kepada negara-negara yang luasnya lebih kecil dari pulau terbesar di negeri ini.
Karena itu, pemaknaan atas globalisasi seringkali lebih berkutat pada persoalan sudut pandang. Dalam sudut pandang yang ekstrim, globalisasi tak ubahnya seperti “raksasa” yang siap memangsa. Globalisasi menjadi metamorfosa bentuk halus (soft shape) dari imperaliasme. Di balik itu, sesungguhnya sesungguhnya bersemayam kepentingan kelas atas kelas tertentu. Yakni kelas kapitalis internasional yang berupaya melebarkan sayap-sayap pengaruh, dominasi serta hegemoni ekonomi mereka ke segenap penjuru dunia.
Dalam asumsi kemandirian, tentu saja pemaknaan itu tidak cukup relevan. Kita bisa memandang efek positif globalisasi dengan tersebarnya informasi dan teknologi, sehingga tidak melulu tentang dominasi ekonomi antar satu pihak atas pihak lainnya. Dengan demikian, kita bisa menemukan spirit kemandirian bangsa di tengah arus globalisasi. Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu menjawab tantangan zamannya tanpa kehilangan jati diri dan kepentingan nasionalnya sebagai bangsa yang merdeka.
Kepemimpinan yang Mandiri
Generasi pendiri bangsa dan negara ini memperlihatkan karakter bangsa pejuang yang ulet dan hebat, menolak didikte dan merancang sendiri skenario masa depan bangsanya. Banyak yang menyatakan bahwa generasi pendiri bangsa kita adalah “the golden generation”, karena mereka bukan saja terdidik tetapi juga tercerahkan dan memiliki semangat perjuangan yang amat besar, dengan percaya diri merebut kemerdekaan dan membangun kemandirian bangsanya.
Semangat kemandirian sulit terwujud tanpa dukungan karakter kepemimpinan yang menelandankan sifat tersebut. Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai pemimpin bangsa di era kemerdekaan menyusun strategi kemandirian dengan memapankan konsep nasionalisme dalam setiap kebijakan sosial dan politik mereka. Kebijakan itulah yang, misalnya, tergambar dalam diktum “Trisakti” Soekarno, yakni mandiri di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya. Mandiri di bidang politik dan berdikari dibidang ekonomi bukanlah diktum yang kemudian menganjurkan bangsa ini mengisolasi diri dari dunia luar, namun memperluas kerjasama dengan negara-negara non-imperialis. Sementara lebih berorientasi luar negeri dalam bentuk kerjasama ekonomi yang sederajat, setara dan bermartabat.
Sementara itu, Hatta menegaskan kemandirian yang berorientasi pada kekuatan pasar dalam negeri yang didukung oleh tenaga beli rakyat, tidak menjuruskannya terperosok ke dalam paham isolasionisme ekonomi. Hatta tidak menolak interdependensi ekonomi internasional, yang ia tentang adalah dependensi ekonomi nasional terhadap ekonomi internasional. Bagi Hatta, kemandirian bukan pengucilan diri, kemandirian bisa dalam wujud dinamiknya, yaitu interdependensi. Dalam interdependensi global dan ekonomi terbuka, Hatta tetap teguh mempertahankan prinsip independensi, yaitu bahwa dengan memberikan kesempatan pada bangsa asing menanam modalnya di Indonesia, namun kita sendirilah yang harus tetap menentukan syarat-syaratnya.
Tipikal kemandirian yang ditunjukkan oleh kedua Soekarno dann Hatta tersebut tidak menafikan kecenderungan globalisasi, pun tidak menjadikan globalisasi sebagai alasan tergerusnya nasionalisme dan kemandirian bangsa. Kepemimpinan yang mandiri mampu menghubungkan kecenderungan global dengan kepentingan nasional sebagai potensi untuk memperkokoh kemandirian nasional
Karena itu, ada 4 (empat) sifat kepemimpinan yang dibutuhkan oleh pemimpinan yang mandiri: 1) kepemimpinan yang transformatif; 2) kepemimpinan visioner; 3) kepemimpinan yang kuat (strong leadership); 4) kepemimpinan nasional-kerakyatan.
Kepemimpinan tranformatif adalah kepemimpinan yang mampu mendorong dan menggerakkan rakyat guna memanfaatkan potensi dan kapabilitasnya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pada taraf ini kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang tidak banyak berkeluh kesah, melainkan kepemimpinan yang memiliki daya juang dan motivasi tinggi. Sehingga kepemimpinanya mampu memotivasi dan menginspirasi bangsanya.
Kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang mampu melihat gambaran masa depan. Gambaran masa depan itu adalah cita-cita yang ingin dituju. Dengan visi itu, ia dapat mengarahkan dan mengerahkan segala kemampuan (capability) bangsa untuk mewujudkan visi tersebut. Kepemimpinan yang visioner adalah kepemimpinan yang mengetahui arah bangsa dalam setiap kecenderungan dan perubahan zaman.
Kepemimpinan yang kuat adalah kepemimpinan yang tegas, jelas, berkarakter, yang menyatukan perkatan dengan perbuataan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar yang besar harus memiliki kepastian. Kepastian itu bisa berupa kepastian tentang arah program dan kebijakan, serta kepastian keadilan dan hukum, maupun kepastian akses mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak. Kepemimpinan nasional kerakyatan adalah kepemimpinan yang memiliki sensitivitas kepedulian yang tinggi terhadap kepentingan nasional dan rakyat. Sehingga kebijakan politik atau ekonomi dari kepemimpinan haruslah bermuara dan berorientasi pada kepentingan nasional dan masyarakatnya.
Keempat tipikal tersebut menunjukkan jati diri kepemimpinan bangsa yang mandiri. Hal itu sangat bergantung pada sejauh mana pola kepemimpinan memiliki kepercayaan diri (self-confidence) untuk membawa bangsanya memiliki kemandirian. Soekarno, Hatta dan beberapa pemimpin bangsa di awal masa kemerdekaan telah menunjukkan bahwa kemandirian tidak akan membuat bangsanya menjadi rendah, sebaliknya, kemandirian akan menaikkan derajat bangsa sejajar dan melampaui negara-negara lain.
Penutup: Kemandirian Bangsa
Menjadi bangsa yang mandiri memang tidaklah mudah. Di tengah arus globalisasi yang mempertautkan berbagai kepentingan, kemandirian terkadang menjadi jargon klasik awal masa kemerdekaan, sebatas kehendak untuk menegaskan eksistensi dan memperoleh pengakuan oleh bangsa-bangsa lain. Setelah itu, kepentingan bangsa akan larut dalam sistem kapitalistik yang diwarnai ketergantungan antara satu sama lain. Alih-alih ketergantungan membuahkan kesejajaran, justru membuatnya bangsa ini berada dalam hegemoni negara-negara lain.
Sulit dimungkiri, kondisi ini tidak lepas dari konsepsi tentang kemandirian yang abstrak serta cenderung tidak mendatangkan keuntungan secara materi. Karena itu, pola pikir pragmatis akan sulit memahaman substansi kemandirian sebagai suatu konsep yang akan bermanfaat dalam jangka panjang. Namun, konsekuensi yang harus diterima adalah tergadainya masa depan bangsa di masa yang akan datang.
Di balik itu, abstraksi tentang kemandirian dengan jelas tersurat dalam aline kedua Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kalimat tersebut menunjukkan bahwa kemerdekaan adalah sebuah jembatan. Tujuan akhir kemerdekaan adalah mencapai masyarakat adil dan makmur yang hanya dapat dilakukan jika bangsa dan masyarakat dapat menentukan nasibnya sendiri, yaitu dengan cara membentuk negara yang berdaulat. Hanya dengan adanya kedaulatan, bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang mandiri, baik dalam menentukan nasib sendiri maupun dalam upaya mencapai masyarakat adil dan makmur.
Makna kedaulatan tersebut adalah kemandirian bangsa. Kemandirian hanya dapat diperoleh jika suatu bangsa memiliki kedaulatan. Sebaliknya, kedaulatan hanya dapat diwujudkan dan dipertahankan jika suatu bangsa tidak bergantung kepada bangsa lain. Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang mandiri baik secara politik, ekonomi, maupun budaya. Kemerdekaan dan kedaulatan menjadi tidak bermakna jika suatu bangsa bergantung atau selalu dipaksa menuruti kehendak bangsa lain. Namun demikian kemandirian tidak berarti mengucilkan diri dari bangsa-bangsa lain. Kemandirian memiliki sisi dinamis antara interdependensi dan independensi.
Bukan sekedar khayalan belaka jika para pendiri bangsa ini menjadikan kedaulatan dan kemandirian sebagai prasyarat berdiri dan keberlangsungan bangsa. Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia mendukung terwujudnya kemandirian tersebut, meski tidak berarti harus tergadai oleh kepentingan negara-negara lain. Di tengah arus globalisasi, godaan untuk menggadaikan potensi kemandirian bangsa begitu kuat. Namun dengan ruh kesejarahan, nasionalisme dan konstitusi, bangsa Indonesia memiliki pedoman kehidupan kebangsaan yang mampu membentengi potensi tersebut agar terpelihara dengan baik dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Minggu, 07 November 2010
Program INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI TANAMAN
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di Pulau Jawa dan memperluas Bali yang memiliki lahan pertanian sempit.
Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program Panca Usaha Tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program sapta usaha tani. Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian meliputi kegiatan sebagai berikut :
· Pengolahan tanah yang baik
· Pengairan yang teratur
· Pemilihan bibit unggul
· Pemupukan
· Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
· Pengolahan pasca panen
· Pemasaran
2. Ekstensifikasi Pertanian
Adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar Pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.
Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara :
- Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga dasar gabah
- Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar petani dapat meningkatkan produksi pertaniannya.
- Menyempurnakan sistem kelembagaan usaha tani melalui pembentukan kelompok tani, dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang bertujuan untuk memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para petani.
Penerapan intensifikasi pertanian, selain telah memberikan banyak keberhasilan, ternyata juga banyak memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keseimbangan ekosistem.
I Wayan Alit Artha Wiguna, seorang mahasiswa pasca sarjana IPB mengatakan dampak itu antara lain seperti terjadinya pengkayaan hara N, P ,dan K pada perairan, karena penerapannya yang kurang tepat.
Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan itu mengemukakan pendapatnya, saat mempertahankan disertasinya untuk mencapai gelar doktor, seperti dijelaskan Kepala Humas IPB Agus Lelana di Bogor, Minggu.
Disertasi yang diajukan berjudul “Kontribusi Sistem Usahatani Padi Sawah terhadap Pengkayaan Hara Nitrogen, Fosfor, dan Kalium Aliran Permukaan Pada Ekosistem Subak di Bali (Kasus Daerah Aliran Sungai Yeh Sungai di Tabanan Bali) yang dipertahankan di Ruang Senat Gd. Rektorat Lt. VI Kampus IPB Darmaga.
Ia menjelaskan, di Propinsi Bali pengembangan sektor pertanian, khusus untuk tanaman padi, memiliki hubungan yang sangat erat dengan sistem subak (organisasi tradisional pemakai air irigasi).
Dari hasil penelitiannya, Wayan menyimpulkan bahwa telah terjadi pengkayaan hara perairan yang terkait dengan sistem usaha tani pada ekosistem Subak di Bali.
Tingkat pengkayaan nitrat di daerah hulu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tengah dan hilir. Namun, mutu perairan di daerah hulu lebih rendah dibandingkan daerah tengah dan hilir. Oleh karena itu, un pelestarian lingkungan, agar dijadikan dasar dalam pembangunan pertanian.
Benih ataupun bibit, sebagai produk akhir dari suatu program pemuliaan tanaman, yang pada umumnya
memiliki karakteristik keunggulan tertentu, mempunyai peranan yang vital sebagai penentu batas-atas
produktivitas dan dalam menjamin keberhasilan budidaya tanaman. Sampai saat ini, upaya perbaikan
genetik tanaman di Indonesia masih terbatas melalui metode pemuliaan tanaman konvensional, seperti
persilangan, seleksi dan mutasi, dan masih belum secara optimal memanfaatkan aneka teknologi
pemuliaan modern yang saat ini sangat pesat perkembangannya di negara-negara maju. Tujuan
pemuliaan masih berkisar pada upaya peningkatan produktivitas, ketahanan terhadap hama dan
penyakit utama dan toleransi terhadap cekaman lingkungan (Al, Fe, kadar garam, dll), pemuliaan
kearah karakter kualitas paling sering dijumpai pada komoditas hortikultura Pada umumnya, kegiatan
pemuliaan di Indonesia masih didominasi oleh lembaga- lembaga pemerintah, sedangkan pihak swasta
masih terbatas dalam upaya propagasi (perbanyakan) tanaman dan relatif sedikit yang sudah
mengembangkan divisi R & D-nya. Riset pemuliaan molekuler masih sangat terbatas. Pemberlakuan
UU No. 29 tahun 2000, yang memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset pemuliaan,
memberi peluang untuk berkembangnya industri perbenihan kompetitif yang berbasis riset pemuliaan.
Secara umum peran pemuliaan dalam meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing komoditas
pertanian serta berbagai kendala dalam program pemuliaan tanaman di tanah air, didiskusikan dalam
makalah ini.
Dua dekade lagi, kira-kira pada tahun 2025, negara kita diprediksikan akan dihuni oleh
penduduk yang mencapai sekitar 273 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0.9%
sampai 1.3 % per tahun (BPS, 2007). Adanya jumlah penduduk yang sangat besar menyebabkan
kebutuhan akan pangan menjadi meningkat, terutama terhadap beras, ditambah dengan adanya beragam
permasalahan krusial lainnya yang terkait erat dengan bidang pertanian, seperti (diantaranya): produksi
beberapa komoditas yang masih belum mencukupi kebutuhan/stok dalam negeri (misalnya padi,
kedelai dan jagung), adanya penurunan produktivitas lahan, tingginya laju konversi lahan pertanian ke
non-pertanian (sekitar 50 ribu ha per tahun), angka kemiskinan (berkisar 16%; BPS, 2006) dan
1 Staf Pengajar pada Lab. Pemuliaan Tanaman, Faperta UNPAD, Jatinangor;
Postdoctoral Fellow pada Transgenic Crop R & D Center, Nat. Inst of Agro-biological Sci. (NIAS), Tsukuba.
Disampaikan dalam Seminar on Agricultural Sciences Mencermati Perjalanan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam kajian terbatas bidang Produksi Tanaman, Pangan, pada tanggal Januari 2008, di Tokyo.
1.pengangguran yang masih cukup tinggi (10%; BPS, 2007), serta terjadinya degradasi kualitas sumber
daya alam akibat dari proses pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Dengan beragamnya
permasalahan yang ada, bila tanpa diimbangi dengan upaya-upaya yang strategis dan komprehensif
dalam mengatasinya, maka akan menyebabkan permasalahan menjadi makin kompleks, yang salah
satunya dapat berakibat pada melemahnya program ketahanan pangan dan pada gilirannya akan
membawa implikasi pada bidang sosial, ekonomi, bahkan politik di tanah air. Oleh karena itu, upaya
yang serius dalam membangun pertanian menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPKK) beberapa waktu lalu
oleh pemerintah, sebagai program dalam rangka pengurangan kemiskinan, pengangguran dan
peningkatan daya saing bangsa, membawa harapan baru bagi upaya pembangunan pertanian (arti luas)
yang komprehensif, mandiri, inovatif serta mampu mensejahterakan petani dan stake holders lainnya.
RPKK yang di dalamnya mencakup pembangunan ketahanan pangan, secara eksplisit menjabarkan
langkah- langkah kebijakan operasionalnya, yang diantaranya meliputi peningkatan produksi pangan
domestik meliputi kuantitas, kualitas dan keragamannya (RPKK, 2005).
Terkait dengan hal di atas dan terlebih mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang
mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satu strategi yang sangat potensial dalam rangka
meningkatkan produktivitas, kualitas serta daya saing komoditas tanaman adalah melalui pendekatan
pemuliaan tanaman. Melalui kegiatan pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam kultivar unggul
baru, selain memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki beberapa karakter lain yang mendukung
upaya peningkatan kualitas dan daya saing. Pemuliaan tanaman sendiri didefinisikan sebagai
serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan genetik tanaman (modifikasi gen ataupun
kromosom) untuk merakit kultivar/varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia.
Proses kegiatan pemuliaan tanaman
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan yang dinamis dan berkelanjutan. Kedinamisannya
dicerminkan dari adanya tantangan dan kondisi alam lingkungan yang cenderung berubah, sebagai
contoh strain patogen yang selalu berkembang, selera ataupun preferensi konsumen terhadap pangan
yang juga berkembang, oleh karenanya, kegiatan pemuliaan pun akan berpacu sejalan dengan
perubahan tersebut. Sedangkan keberlanjutannya dapat dilihat dari kegiatannya yang sinambung,
berlanjut dari satu tahapan menuju pada tahapan berikutnya. Lebih lanjut, pemuliaan merupakan ilmu
terapan yang multidisiplin, dengan menggunakan beragam ilmu lainnya, seperti genetika, sitogenetik,
agronomi, botani, fisiologi, patologi, entomologi, genetika molekuler, biokimia, statistika (Gepts and
Hancock, 2006), dan bioinformatika. Sedangkan, dilihat dari metode yang digunakan, dibagi menjadi
dua: pendekatan pemuliaan konvensional (contohnya melalui persilangan, seleksi dan mutasi) dan
inkonvensional (kloning gen, marka molekuler dan transfer gen).
Pada umumnya proses kegiatan pemuliaan diawali dengan
· usaha koleksi plasma nutfah
· sebagai sumber keragaman,
· identifikasi dan karakterisasi,
· induksi keragaman, misalnya melalui
persilangan ataupun dengan transfer gen, yang diikuti dengan
· proses seleksi,
· pengujian dan
· evaluasi,
· pelepasan, distribusi dan komersialisasi varietas.
Teknik persilangan yang diikuti dengan proses seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam inovasi perakitan kultivar unggul baru, selanjutnya, diikuti oleh kultivar introduksi, teknik induksi mutasi dan mutasi spontan yang juga
beberapa kultivar baru.
Status kegiatan pemuliaan tanaman di tanah air
Bila dilihat dari pelakunya, kegiatan pemuliaan tanaman di tanah air, sebagian besar masih
dilakukan oleh institusi-institusi milik pemerintah, seperti lembaga penelitian di bawah koordinasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, antara lain: Puslitbang Tanaman Pangan/Hotikultura/ Perkebunan, Balai Besar (BB) Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, BB
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor, serta beberapa balai penelitian, seperti Balit Tanaman Sayuran Lembang, Balit Tanaman Hias Cipanas, Balit Buah-buahan Solok, Balit Jagung dan
Serelia lain Maros, Balit Kacang-kacangan dan Ubi-ubian Malang. Juga terdapat Balai Pengkajian
Pertanian (BPTP) di hampir setiap provinsi. Di lingkup Lembaga Riset Perkebunan
Indonesia, juga terdapat Puslit Kelapa Sawit Medan, Puslit Kopi dan Kakao Jember, Puslit Teh dan Kina Gambung, Puslit Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan, Puslit Karet Sungei Putih, Balit Biotek Perkebunan. Pada komoditas perkebunan yang lain, juga terdapat Balit Tembakau dan Serat Malang, Puslit Tanaman Kelapa dan Palma lain Manado. Selain itu, kita juga memiliki Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Departemen Kehutanan memilki Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta,
yang juga secara aktif melakukan riset pemuliaan tanaman.
Kultivar unggul yang sudah dirilis dari berbagai lembaga penelitian pemerintah ini sudah cukup banyak, khususnya tanaman pangan. Sebagai contoh, padi, sebanyak 138 padi sawah, 21 padi pasang surut/lahan rawa dan 6 padi hibrida. Sementara itu, relatif masih sedikit kultivar yang dirilis untuk komoditas hortikultura yang dihasilkan lembaga pemerintah (Puslitbang Horti), yaitu 15 kultivar sayuran, 28 kultivar buah-buahan, dan 29 kultivar tanaman hias.
Selain menyiapkan sumberdaya manusia di bidang pemuliaan tanaman, beberapa perguruan tinggi di negera kita, juga turut aktif dalam kegiatan pemuliaan tanaman, diantaranya: IPB, UGM,
Unpad, Unbraw, Unsoed, USU, Unand, juga Universitas Mataram. Ke-delepan universitas ini
merupakan universitas yang memiliki Program Studi Pemuliaan Tanaman. Di luar universitas ini, tidak tertutup kemungkinan terdapat beberapa universitas yang juga sudah melakukan kegiatan pemuliaan tanaman.Sementara itu, pihak swasta, dalam hal ini perusahaan-perusahaan perbenihan/pembibitan,
hanya beberapa perusahaan yang sudah betul-betul melakukan rangkaian kegiatan pemuliaan seperti
persilangan, seleksi, pengujian, serta juga analisis marka molekuler, misalnya PT East West Seed, PT Dupont Indonesia, Syngenta, Bayer Crop Science, dll. Sedangkan sebagian besar perusahaan perbenihan masih terbatas pada upaya perbanyakan varietas/klon unggul hasil introduksi dan varietas
turunannya. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah mulai aktif terlibat, khususnya dalam
kegiatan pelestarian plasma nutfah berbagai tanaman penting. Pemuliaan partisipasi (participatory
plant breeding), yaitu upaya pemuliaan tanaman yang melibatkan petani secara langsung, juga sudah
banyak dilakukan oleh beberapa lembaga pemerintah, LSM dan organisasi internasional (seperti IRRI,
CGN= Centre for Genetic Resources NL) yang fokus utamanya adalah pelestarian plasma nutfah padi
dan sayuran.
Peran pemuliaan tanaman
Peningkatan produktivitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang paling sering
dilakukan pemuliaan dalam merakit suatu kultivar. Hal ini karena peningkatan produktivitas berpotensi menguntungkan secara ekonomi. Bagi petani, peningkatan produktivitas diharapkan dapat menkonpensasi biaya produksi yang telah dikeluarkan. Peningkatan produktivitas (daya hasil per satuan
luas) diharapkan akan dapat meningkatkan produksi secara nasional. Terlebih bahwa telah terjadinya
pelandaian peningkatan produktivitas beberapa komoditas tanaman, utamanya padi. Pada dekade tahun
1960-1970-an, penggunaan varietas unggul padi dan perbaikan teknik budidaya telah mampu
meningkatkan produktivitas secara nyata. Daya hasil padi per satuan luas meningkat dari 2-3 ton/ha
menjadi 4-6 ton/ha (Nugraha, 2004). Akan tetapi setelah tahun 1980-an, peningkatan produktivitas
menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, kini di Indonesia telah dirilis sekitar 31 kultivar hibrida padi.
Selain kultivar hibrida, beberapa tipe kultivar padi lainnya adalah tipe IRxx (tahan terhadap hama
wereng), rasa enak (IR64) dan padi tipe baru (new plant type) seperti kultivar Ciapus dan Gilirang.
Perakitan kultivar hibrida, yang merupakan kultivar turunan pertama, berdaya hasil tinggi
(10-20% lebih tinggi dari kultivar biasa) dengan memanfaatkan fenomena heterosis. Pada tanaman
jagung, cabai, tomat, kelapa, kelapa sawit, serta beberapa tanaman hortikultura lainnya, kultivar hibrida
telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan kualitas komoditas tanaman adalah perakitan
kultivar yang memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan,
kandungan protein, dll. Perbaikan kualitas juga berarti perbaikan ke arah preferensi konsumen (market/
client). Karakter kualitas target pemuliaan, sebagai contoh pada tanaman mangga adalah karakter
(diantaranya): daging buah tebal, rasa manis, tekstur daging buah baik, kadar serat rendah, biji tipis,
kulit buah tebal dengan warna menarik serta memiliki daya simpan yang panjang.
Pemuliaan untuk merakit tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap
cekaman lingkungan seperti kekeringan, kadar Al, Fe tinggi, sudah sering dilakukan. Sebagi contoh,
perakitan padi tahan hama penggerek dan toleran kekeringan telah dilakukan oleh LIPI. Perakitan tebu
yang toleran kekeringan juga dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Pemuliaan jagung hibrida, jagung yang memiliki kandungan protein tinggi, kedelai yang tahan lalat
kacang, toleran naungan, telah dan sedang dilakukan pada Lab. Pemuliaan Tanaman Unpad.
Peluang dan Tantangan
Upaya perakitan kultivar unggul masih terbuka lebar untuk beberapa komoditas tanaman
dengan beragam target/tujuan pemuliaan yang ingin dicapainya. Khusus untuk buah-buahan eksotik,
seperti manggis, mangga gedong gincu dan beberapa rempah-rempah ataupun tanaman fitofarmaka,
sangat potensial untuk ditangani dengan baik, sebagai komoditas ekspor dalam rangka peningkatan
daya saing bangsa. Selain itu juga, kebutuhan akan benih/bibit unggul bermutu dan bersertifikat masih
sangat tinggi dan masih belum terpenuhi baik untuk keperluan lokal ataupun nasional. Impor benih
tanaman pangan (padi hibrida), hortikultura dan perkebunan masih tinggi. Sementara itu, kita sangat
kaya akan sumber biodiversitas (genetik, spesies dan ekosistem) yang sangat potensial untuk digunakan
dalam perakitan kultivar unggul.
Pemberlakuan UU No. 29 tahun 2000, tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), yang
memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset pemuliaan, memberi peluang untuk
berkembangnya industri perbenihan yang kompetitif. Dengan memberikan perlindungan kepada
pemulia atau siapapun pelaku riset pemuliaan, maka akan mendorong investasi dan pengembangan
aktivitas pemuliaan tanaman di Indonesia. Sektor swasta, dalam hal ini perusahaan perbenihan yang
berbasis riset pemuliaan tanaman akan tumbuh dan berkembang pesat dengan memanfaatkan plasma
nutfah lokal, luar negeri (introduksi) dan nasional. Sebagai konsekuensi, manfaat ataupun keuntungankeuntungannya
akan dinikmati tidak hanya oleh pemulia, juga akan bergulir ke petani, misalnya karena
banyaknya perusahaan benih yang menawarkan produk benih dengan keunggulan yang relatif sama,
maka akan terjadi persaingan harga, yang pada akhirnya akan menguntungkan petani dan konsumen.
Otonomi daerah membuka peluang upaya yang seluas-luasnya untuk merakit kultivar unggul
dengan memanfaatkan sumberdaya genetik lokal untuk keunggulan spesifik daerah ataupun sebagai ciri
khas daerah.
Untuk peningkatan kualitas dan daya saing, teknik pemuliaan molekuler memiliki peluang
untuk dikembangkan. Pengembangan marka molekuler yang terpaut (linkage) dengan karakter-karakter
kualitas ataupun pendekatan QTL (quantitative trait loci) untuk karakter kualitas, berpotensi sebagai
jalan untuk merakit kultivar yang memiliki kualitas unggul. Lebih lanjut, bila fasilitas dan dukungan
dana yang kontinyu, teknik pemuliaan molekuler lainnya yang dapat digunakan guna menunjang
peningkatan kualitas dan daya saing adalah transformasi gen a.l.: transformasi gen pengendali yang
karakter yang unik, rekayasa metabolism, anti-sense, RNA-interference dll.
Tantangan yang dihadapi adalah adanya kesepakatan multilateral dalam perdagangan
internasional seperti TRIPS (Trade Related Intellectual Property Rights), yang menghendaki suatu
negara tidak dapat membatasi impor produk (termasuk produk pertanian) tanpa justifikasi yang dapat
diterima oleh negara-negara WTO lainnya. Dengan demikian, bila produksi nasional masih belum
mencukupi, maka otomatis produk pertanian (untuk konsumsi dan benih) akan memasuki pasar dalam
negeri.
Kendala atau permasalahan yang dihadapi
1. Jumlah pemuliaan tanaman yang ada relatif sedikit (± 600 orang) bila dibandingkan dengan
komoditas yang harus ditangani. Ditambah dengan kualitas dan pengalaman SDM yang sangat
beragam. Selain itu juga, upaya terencana untuk meningkatkan kemampuan terhadap
perkembangan iptek pemuliaan yang relatif minim (training, shortcourse, workshop dll).
Pendekatan yang bisa dilakukan adalah perbanyak pelatihan atau training, dengan melibatkan
perhimpunan profesi pemulia (Peripi) ataupun lembaga pendidikan.
2. Peralatan dan mesin pertanian untuk mendukung upaya pemuliaan, produksi, prosesing
(pengeringan, seed treatment, quality control dll), serta distribusi benih/bibit masih sangat terbatas
dan umumnya dibawah standard. Upaya pengadaan, peremajaan alat dan mesin menjadi keharusan.
3. Dukungan dana yang tidak stabil dan tidak sinambung, umumnya masih tergantung dari proyek,
bukan dana rutin. Riset pemuliaan/perbenihan yang memerlukan investasi yang cukup besar dan lama, dimulai dari proses penemuan kultivar yang tepat sampai uji multilokasi. Karena ketiadaan dukungan dana ini maka sering kali program pemuliaan suatu komoditas menjadi tidak sinambung.
4. Akses terhadap pustaka mutakhir yang masih minim di Indonesia. Belum semua institusi pemerintah memiliki akses yang luas terhadap jurnal-jurnal ilmiah yang baik ataupun jurnal ilmiah
internasional.
5. Pemuliaan molekuler masih sangat terbatas dilakukan. Padahal potensi untuk merakit kultivar dengan beragam tujuan terbuka luas. Hal ini terjadi karena:
Masih terbatas penelitian molekuler hulu (downstream), baik intensitas maupun kualitasnya yang mendukung kegiatan pemuliaan molekuler (untuk transfer gen), yaitu dalam bidang genomics, baik
struktural (penentuan sekuens DNA/ struktur protein) ataupun fungsional (penentuan fungsi
gen/protein dan interaksinya), seperti: identifikasi, isolasi dan karakterisasi sekuens DNA dari genom suatu tanaman, masih sangat sedikit dilakukan di negara kita. Ketiadaan peralatan, rendahnya akses terhadap jurnal-jurnal ilmiah bertaraf internasional, sumberdaya manusia yang
terlatih masih sangat sedikit, ditambah dukungan dana yang masih sangat kecil dan tidak kontinyu merupakan sebagian kendala yang kita hadapi. Sebagai akibatnya para peneliti di Indonesia masih sangat tergantung terhadap hasil penelitian para peneliti asing, dan lembaga-lembaga asing lainnya
(perusahaan bioteknologi ataupun lembaga riset internasional), yang umumnya telah dipatenkan. Kondisi seperti ini harus segera diakhiri, kuncinya adalah dukungan dana riset yang besar dan kontinyu untuk penelitian-penelitian genomics ini. Sehingga diharapkan dalam beberapa tahun ke depan, upaya merakit tanaman dengan gen-gen unggul untuk karakter tertentu yang memungkinkan untuk adaptif pada lahan-lahan tercekam ataupun untuk memproduksi sesuatu yang bermanfaat
bagi konsumen akan dapat dilakukan, bila penelitan genomics kita maju.
6. Sosialisasi UU No. 29 tahun 2000 tentang PVT, belum berjalan seperti yang diharapkan. Petani
ataupun masyarakat awam masih belum memahami Hak Perlindungan Varietas Tanaman yang
diatur dalam UU tersebut. Beberapa kali terjaid konflik antara petani dengan perusahaan benih.
7. Kebijakan pemerintah dalam hal perbenihan tidak selalu sejalan dengan keinginan pihak swasta.
Beberapa prosedur untuk melepas varietas, untuk tanaman semusim yang akan dilepas sebagai
varietas unggul baru perlu diuji mutlilokasi sedikitnya 6 unit pengujian selama 2 musim tanam atau
8 unit per musim tanam (2 kali setahun) dan dilakukan 2 kali pengujian berturut-turut ditempat
yang sama (Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1999). Hal demikian, seringkali dipandang
memberatkan dan tidak efisien bagi pengusaha.
Langganan:
Postingan (Atom)